".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday 23 August 2014

Kearifan Gastronomi Lokal

Berbicara tentang gastronomi berarti berbicara tentang masalah pangan keseharian yang selalu dihadapi setiap orang di Indonesia yang memiliki pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Pangan menurut Undang-undang No.7 tahun 1996 merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan merupakan kebutuhan dasar dari manusia yang harus dipenuhi disamping kebutuhan akan sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal).

Di Indonesia keberadaan dan akses terhadap pangan yang murah dan mencukupi selalu menjadi masalah isyu nasional yang selalu coba dipecahkan Pemerintah untuk mendapatkan kepercayaan rakyat.

Swasembada pangan merupakan salah satu syarat bagi keberhasilan pembangunan nasional. Oleh karena itu persoalan pangan yang bermula dari kebutuhan individu rumah tangga turut serta menjadi persoalan nasional. Hal inilah yang kemudian membawa dan menyeret Indonesia pada praktik politik swasembada pangan.

Kearifan lokal dapat dijadikan sebagai salah satu  "instrument" memasyarakatkan gastronomi melalui pangan lokal berbasis budaya yang pemahamannya menyangkut kepada pengetahuan keanekaragaman hayati, dan membangun diversifikasi serta kemandirian pangan.

Kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu daerah dan merupakan perpaduan antara berbagai nilai yang ada yang terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas.

Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang secara terus-menerus dijadikan pegangan nilai hidup dan universal yang terintegrasi dengan pemahaman terhadap alam dan budaya sekitarnya.

Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal yang pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.

Potensi kuliner tiap-tiap daerah di Indonesia dapat dioptimalkan dengan cara memperhatikan kearifan gastronomi lokal, dan bukan tidak mungkin dengan mengangkat kearifan gastronomi lokal dari daerah, Indonesia akan menjadi negara kuat karena kulinernya.

Melalui kearifan produk kuliner lokal, ketahanan pangan nasional akan tumbuh dengan bagus manakala rakyat Indonesia mengkonsumsi makanan yang berkembang dari akar budaya setempat.

Pelestarian, pengelolaan dan pemberdayaan produk kuliner lokal merupakan terobosan budaya untuk membuat pemberdayaan berasal dari praktek dan akar budaya warga setempat.

Kearifan lokal dapat juga menelusuran problematika pangan yang dihadapi bangsa serta solusi-solusi yang ditawarkan dalam menyelesaikan permasalahan terkait dengan keterbatasan pangan serta kesediaan bahan baku yang diperlukan.

Impian menjadi negara independen dan mandiri dalam hal menyediakan makanan bagi bangsanya akan terpupus, karena perilaku dan sikap bangsa kita sendiri, yang menempatkan makanan lokal di sela-sela (sidelines) dan bukannya mengutamakan pencarian pasokan makanan kemerdekaan berbasis kearifan lokal.

Bangsa Indonesia seyogyanya harus meniru gaya hidup para leluhur bangsa yang selaras dengan alam, bukan berarti kemunduran dalam perilaku dan pola pikir. Harmoni dengan alam harus ditiru sehingga makanan tidak akan menimbulkan masalah.

Orang-orang Indonesia di abad ke-19 masih menggunakan kearifan gastronomi lokal, sehingga membuat mereka bebas dari batasan makanan.

Kearifan gastronomi lokal ini seharusnya menjadi pegangan kita semua dalam merealisasikan kemandirian pangan Indonesia melalui kedaulatan pangan, bukan ketahanan pangan.

Perbedaan antara ketiganya adalah:
a. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri, terutama diambil dari kearifan lokal para leluhur.

b. Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan dengan menjamin kondisi terpenuhinya hak atas pangan bagi rakyatnya. Dengan demikian ketahanan pangan adalah hak tiap masyarakat menetapkan pangan dan sistem pertanian bagi dirinya sendiri tanpa menjadikannya sebagai subjek berbagai kekuatan pasar internasional.

c. Ketahanan pangan adalah akses semua orang terhadap pangan pada setiap waktu, tidak memandang di mana (lokasi negara) pangan itu diproduksi dan dengan cara bagaimana.

Kemandirian pangan tidak harus diartikan secara absolut, yaitu seluruh kebutuhan dipenuhi dari produksi dalam negeri. Dalam batas-batas rasional dan terukur, impor pangan masih bisa diterima, apalagi ketika keadaan diprediksi kritis. Kemandirian pangan juga berarti mengembalikan diversifikasi pangan lokal, baik berasal dari biji-bijian, kacang-kacangan, terutama umbi-umbian; serta mencipta budaya pangan baru berbasis tepung.

Tonggak kedaulatan pangan adalah ketersediaan atau kecukupan pangan dan aksesibilitas bahan pangan oleh anggota masyarakat. Penyediaan pangan dapat ditempuh melalui produksi sendiri dengan memanfaatkan pengalokasian sumber daya alam.

Basis dari konsep kedaulatan pangan nasional adalah kemandirian pangan di tingkat rumah tangga, terutama di pedesaan. Demikian pula sebaliknya, kemandirian pangan di tingkat rumah tangga merupakan pra-kondisi sangat penting untuk memupuk kedaulatan pangan regional dan di tingkat nasional.

Selain itu lebih penting lagi, kemandirian dan kedaulatan pangan menghargai hak budaya, sosial, lingkungan dan ekonomi yang cocok dengan daerahnya masing-masing. Keunggulan komparatif sumber daya alam diperhatikan, pemilihan komoditas disesuaikan, soladaritas sosial diutamakan dan budaya dari setiap sub sistem diunggulkan.

Namun perjuangan ini semua bukan hanya ada di wilayah kekuasaan Pemerintah, walaupun Pemerintah harus berperan secara pro-aktif sebagai suporter dan katalisator. Sudah saatnya merangkul inisiatif kerjasama dengan gerakan Filantropi di Indonesia untuk turut bahu-membahu membangkitkan pelestarian kearifan gastronomi lokal bangsa ini. 

Upaya mengembangkan potensi Filantropi bagi pemberdayaan gastro-kuliner di Indonesia, mengingat upaya ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh orang-perseorangan, maupun oleh satu dua kelompok atau organisasi atau oleh Pemerintah saja. 

Tantangan gastro-kuliner  Indonesia terlalu besar. Belum adanya infrastruktur kelembagaan dan kebijakan yang mendukung dan mendorong secara intensif perlu adanya usaha-usaha yang efektif dan terarah dari berbagai komponen pelaku dan pendukung Filantropi di Indonesia untuk menghimpun, menyatukan dan memperkuat gerak langkah bersama dalam menghadapai tantangan pelestarian gastro-kuliner di negeri ini. 

Kontribusi gerakan Filantropi dalam bidang gastro-kuliner Indonesia sangat potensial bagi bangsa ini, khususnya bila daya kemampuan mereka ditransformasikan menjadi sesuatu yang lebih berarti.

Akademi Gastronomi Indonesia ada di halaman kearifan gastronomi lokal itu, karena yang diperjuangkan adalah pelestarian warisan tradisional hidangan masakan-makanan para leluhur yang merupakan satu mata rantai dari kekayaan pangan lokal Indonesia.

Oleh karena itu perlu untuk memperhitungkan pentingnya kearifan gastronomi lokal masyarakat daerah, khususnya pedesaan, melalui metode tradisional mereka, untuk membantu swasembada pangan direalisasikan.

Wednesday 20 August 2014

Pemahaman Gastronomi Di Indonesia

Meski lebih dari dua abad gastronomi dimaknai oleh bangsa dan budaya dipelbagai belahan dunia, namun sampai sekarang Indonesia belum memiliki gambaran holistik terhadap pemahaman dan pandangan tentang gastronomi serta tentang keterkaitannya dengan berbagai aspek.

Pada saat ini gastronomi yang senyatanya dapat menjadi pusaka budaya (cultural heritage) di Indonesia masih disamakan dan disetarakan dengan “kuliner”.

Hal ini dimungkinkan karena belum satu persepsinya para pemangku kepentingan dari berbagai elemen triple helix yang meliputi praktisi (termasuk pelaku bisnis), akademisi dan birokrat.

Meskipun demikian, tatanan keseimbangan, keserasian dan keharmonisan gastronomi yang dibangun seringkali memang tidak perlu dalam bentuk yang benar-benar selaras (harmony in concordance), adakalanya justru kekontrasan (harmony in contrary) menjadikan suatu keanekaragaman yang menarik.

Penelitian, tulisan dan buku tentang pangan lokal yang dihasilkan orang Indonesia pun belum banyak yang mendunia; ataupun kalau ada belum menghasilkan gaung yang dapat membahana dan menggetarkan sehingga dijadikan referensi pelaku pasar.

Padahal Indonesia yang multi-etnik tentu kaya budaya dan memiliki beragam makanan dan minuman, beserta cara penyajiannya. Namun, hal ini tampak belum menjadi perhatian pemangku kepentingan untuk secara ekletik menentukan bahan unggul yang dapat dipasarkan ke seantero dunia seperti halnya produk mancanegara. Pangan lokal Indonesia seakan intan berlian yang masih tergumpal tersimpan terbalut lumpur di dalam kerak bumi.

Dengan begitu, jika Indonesia ingin tampil di pentas dunia, perlu dicari, diasah dan kemudian dideklarasikan produk pangan lokal khas Indonesia yang dapat dijadikan unggulan dan cocok untuk dihantarkan kepada konsumen. Tentunya, sebelum menentukan produk pangan unggulan tersebut, harus ditetapkan terlebih dahulu indikator-indikator untuk menentukannya.

Pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada, ke-aneka-ragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan Indonesia serta pengaruh asing sebagai etnik pendatang. Jika mendalami keanekaragaman masakan itu, gastronomi merupakan salah satu kreatifitas yang bisa menjelaskan hakikat dari semua apa yang terletak dibelakang hidangan masakan-makanan Indonesia.

Gastronomi Indonesia terbentuk (dipengaruhi) dari perpaduan antara budaya lokal yang telah lama tumbuh dengan budaya serta makanan dari etnik pendatang yakni: India, Timur Tengah, Cina, Jepang dan bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda maupun Inggris. Teknik memasak dan bahan makanan asli Indonesia berkembang dan kemudian dipengaruhi oleh seni kuliner dari etnik pendatang ini.

Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah menjadi tempat perdagangan antara dua benua yang telah membawa konsekwensi terjadinya perubahan dalam bidang sosial, budaya, bahasa, agama dan dalam karakteristik, gaya serta seni memasak makanan yang berbeda satu sama lain diakibatkan para etnis pendatang itu bermukim dan berkembang biak dengan penduduk lokal di bumi Hindia Kepulauan Nusantara.

Peran gastronomi di Indonesia adalah sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman digunakan dalam situasi-situasi tertentu khususnya hubungannya dengan pengetahuan, seni, budaya dan sejarah dari warisan ragam hidangan (kuliner) nusantara yang digunakan di berbagai suku di Indonesia.

Gastronomi di Indonesia tidak hanya menitik beratkan kepada romantika warisan tradisional kuliner masa lalu semata, akan tetapi juga perkembangan dari kekunoan agar dapat menjadi khazanah kebudayaan masa kini dan mendatang. Penggalian warisan kuliner tradisional, tulisan-tulisan ilmiah dan catatan kitab-kitab kuno para leluhur adalah inventarisasi kekayaan budaya dan kuliner yang dapat menjelaskannya dan memberikan pembeda.

Pondasi dasar gastronomi di Indonesia adalah untuk menemukan dan melestarikan kekayaan aneka kuliner nusantara, karena warisan tradisional para leluhur itu merupakan salah satu unsur pembentuk rumpun kebangsaan; ciri identitas serta jati diri budaya Indonesia; terutama yang langka dan relatif tidak dikenal.

Dalam pandangan gastronomi, rahasia sukses kuliner masa depan ada di catatan masakan-makanan masa lalu. Jika kita dapat menggali dan menemukan resep tradisional para leluhur, maka kuliner Indonesia akan bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena sebenarnya lestarinya keberadaan kuliner masa kini berasal dari kekayaan resep asli dan tradisi warisan masa lalu.

Saturday 16 August 2014

Renungan 17 Agustus

Sebagai negara, apabila Republik mengurangi karnaval politik dan kontestasi kekuasaan serta praktek demokrasi lebih difokuskan pada gerakan pangan lokal berbasis kearifan gastronomi, diyakini negeri ini mampu memberi kemakmuran bagi rakyatnya. Sebaliknya, bila terus terjebak pada semata-mata kebebasan berekspresi seperti yang dilihat selama ini, kita akan jadi beban bagi kita sendiri malah dunia.

Untuk itu, kita sebagai anak bangsa harus berperan secara pro-aktif sebagai suporter dan katalisator. Kita harus memahami perubahan budaya makan masyarakat. Bukan waralaba asing yang sesungguhnya menjajah Indonesia. Elite penguasa gagal menangkap perubahan selera bangsa sendiri. Tanpa itu, suara- suara kritis yang mengatakan bahwa makanan asing telah menggeser makanan lokal akan semakin menebar.

Perjuangan ini semua bukan hanya ada di wilayah kekuasaan Pemerintah, sudah saatnya merangkul inisiatif kerjasama dengan semua elemen Bangsa Indonesia untuk turut bahu-membahu membangkitkan pelestarian kearifan gastronomi lokal bangsa ini. Upaya mengembangkan potensi masyarakat bagi pemberdayaan gastro-kuliner di Indonesia perlu di sosialisasikan, mengingat upaya ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh orang-perseorangan, maupun oleh satu dua kelompok atau organisasi atau oleh Pemerintah saja. Tantangan masalahnya terlalu besar.

Belum ada infrastruktur, kelembagaan dan kebijakan dari berbagai komponen anak Bangsa yang solid dan terarah mendukung maupun mendorong secara intensif usaha-usaha yang efektif untuk menghimpun, menyatukan dan memperkuat gerak langkah bersama dalam menghadapai tantangan pelestarian gastro-kuliner di negeri ini. Kontribusi anak Bangsa dalam bidang gastro-kuliner Indonesia sangat potensial, khususnya bila daya kemampuan mereka ditransformasikan menjadi sesuatu yang lebih berarti.

Jangan sampai kemerdekaan masyarakat tak terwujud, stabilitas politik pun bisa terancam setiap saat karena rakyat lapar. Ini disebabkan, meminjam istilah Mahatma Gandhi, ”Bagi orang yang kelaparan, roti adalah Tuhan. Karena itu harus tersedia di setiap rumah.”

"Hiduplah tanahku, hiduplah negeri, bangsaku, rakyatku, semuanya. Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya, untuk Indonesia Raya." Inilah syair lagu sekaligus doa bangsa Indonesia. Hiduplah tanahku dengan membangun badannya. Hiduplah negeriku dengan membangun jiwanya. Menghidupkan Nusantara hanya bisa dilakukan dengan membangun jiwa serta membangun badannya dengan mencangkul tanah airnya. Kebangkitan kearifan gastronomi lokal terjadi karena bertemunya jiwa dan raga, pikiran dan perut, esensi dan eksistensi, visi dan aksi, serta ideologi dan pangan kuliner lokal negeri sendiri sebagai sumber energi rakyat Indonesia. Kembalikan kearifan gastronomi lokal sebagai inspirasi anak negeri di Bumi Pertiwi.

Dirgahayu Indonesia-Ku .. Dirgahayu Bangsa-Ku

Monday 11 August 2014

Apa itu Gastronomi

Gastronomi (keahlian memasak) adalah studi tentang hubungan antara budaya dan makanan dengan fokus khusus pada masakan gourmet.  

Hal ini sering dianggap keliru bahwa keahlian memasak (gastronomi) merujuk secara eksklusif untuk seni memasak saja, tapi ini hanya sebagian kecil dari disiplin itu. Tidak bisa selalu dikatakan bahwa seorang juru masak juga gourmet.  

Studi Gastronomi mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan sebagai poros tengah. Oleh karena itu gastronomi berkaitan dengan seni dan ilmu sosial bahkan dengan Ilmu pengetahuan alam untuk memahami sistem pencernaan tubuh manusia.

Kegiatan utama
gastronomi melibatkan menemukan, mencicipi, mengalami, meneliti, memahami dan menulis tentang makanan. Oleh karena itu gastronomi adalah kegiatan interdisipliner. Pengamatan yang baik akan mengungkapkan bahwa di sekitar makanan, terdapat tari, seni drama, lukisan, patung, sastra, arsitektur, dan musik; dengan kata lain, seni rupa. Tetapi juga melibatkan fisika, matematika, kimia, biologi, geologi, agronomi, dan juga antropologi, sejarah, filsafat, dan sosiologi. Sedangkan penerapan pengetahuan ilmiah untuk memasak dan keahlian memasak, dikenal dengan gastronomi molekuler keahlian

Studi resmi pertama gastronomi adalah "The Fisiologi Taste" yang ditulis oleh Jean Anthelme Brillat-Savarin pada awal abad ke-19. Tulisan Savarin berbeda dengan buku-buku resep memasak tradisional. Buku Savarin mempelajari hubungan antara indra dan makanan, mengobati kenikmatan di meja sebagai ilmu

Gastronomi modern berakar pada beberapa teks resep Prancis yang diterbitkan dalam tahun 1800-an, tetapi gagasan itu hanya berkaitan dengan makanan, ilmu pengetahuan, masyarakat, dan seni. Gastronomi menuntut multidisiplin dalam seni memeriksa makanan beserta konteks, presentasi, kesegaran dan sejarahnya. Sedangkan gourmets hanya terkait dengan sekitar kerakusan makan (foodies) dan keahlian memasak. 


Dengan demikian gastronomi bisa dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu keahlian memasak tersendiri, meskipun beberapa gourmets tentu dapat disebut sebagai gastronom seperti juga beberapa kaum foodies.  

Prinsip gastronomi (keahlian memasak) adalah bahwa makanan itu adalah ilmu di samping sebuah bentuk seni. Dengan memahami bagaimana semua indra pengalaman berkontribusi, seorang gastronom bisa lebih memahami apa yang terjadi ketika seorang konsumen mengaku tidak menyukai atau menikmati jenis makanan tertentu.  

Gastronomi juga mengkaji implikasi sosiologis dari makanan bersama dengan mengintegrasikan disiplin ilmu sosial lainnya seperti antropologi, psikologi, dan filsafat. Peran makanan dalam seni rupa seperti seni pertunjukan, seni lukis, seni patung juga diperiksa sebagai bagian dari pengamatan pada peran makanan dalam masyarakat secara umum.

Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan sebagai berikut:
1 Gastronomi adalah studi tentang hubungan antara budaya dan makanan dengan fokus khusus pada masakan gourmet.
2. Gourmet adalah kegiatan menemukan, mencicipi, mengalami dan menulis tentang makanan.
3. Studi Gastronomi resmi pertama adalah "The Physiology of Taste" oleh Anthelme Brillat-Savarin.
4. Gastronomi molekuler (molecular gastronomy) adalah penerapan pengetahuan ilmiah untuk memasak dan keahlian memasak.

Gastronomi = Lokal Genius

Ada keterkaitan mengapa gastronomi Indonesia menjadi topik yang menarik karena negara ini sangat kaya akan kebudayaan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia sebagai negara yang dilintasi garis khatulistiwa sangat baik kesuburan tanahnya sehingga tumbuh lebih dari 1000 macam tanaman sayuran dan buah maupun rempah-rempah yang tidak tumbuh dinegara lain. Kekayaan rempah-rempah inilah yang sangat mendukung beragam macam kuliner yang dihasilkan oleh tangan-tangan terampil dari para ahli kuliner nusantara.

Namun ada kekhawatiran bahwa heritage makanan nusantara itu akan semakin pudar, karena persaingan seni kuliner dari negara lain yang sangat gencar masuk ke Indonesia. Ini perlu penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan dan fakta kekhawatiran itu dari segi disiplin gastronomi di Indonesia. Antara lain pengkajian tentang bagaimana menciptakan produk makanan nusantara dengan tetap menjaga keramahan lingkungan, memiliki gaya lokal, mampu bersikap ramah terhadap tamu. Disamping itu mengkaji apakan makanan nusantara tetap bisa menjaga keaslian daerahnya, bersikap dan berperilaku lokal namun tetap berfikir global. Akhirnya menampilkan makanan dan minuman yang otentik dan tetap menjaga kesederhanaan dari gastromomi itu sendiri.

Sebenarnya masakan di sebagian kawasan manapun ditentukan oleh banyak faktor, seperti antara lain:
1. Iklim dan metode memasak.
2. Kemampuan mengimpor bahan baku makanan dan minuman
3. Agama dan hukum menentukan masakan diperbolehkan atau dilarang.
4. Ketersediaan dan penggunaan bahan baku utama

Dari segi gastronomi atau yang lebih popular dikenal oleh masyarakat umum maka para gastronomis harus berinovasi dalam proses dan jasa pelayanan mengandalkan kreativitas, serta menggunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia lokalnya. Salah satunya dengan memperhatikan konsep dasar kedaulatan pangan yang berbasiskan bahan baku lokal dalam usahanya di industri gastronomi. Caranya dengan memperhatikan ketersediaan pangan, akses pangan, penyerapan pangan.  Selain itu juga memperhatikan tantangan dalam industri pangan dimana di masa mendatang  pasar akan semakin terbuka dengan adanya Pasar ASEAN menuju ASEAN Single market. Konsumen Indonesia semakin kritis maka perlu meningkatkan daya saing produk makanan dan minuman tradisional Indonesia yang berbasiskan bahan baku lokal.

Berbicara mengenai kedaulatan pangan, orang cenderung mengkaitkannya dengan perdagangan pangan dan politik ekonomi pemerintah dalam mengontrol stok dan harga dasar pangan. Pengkaitan itu selain menaruh harapan terselenggaranya kecukupan pangan bagi seluruh rakyat pada gantungan yang rentan fluktuasi harga dan ketersediaan pangan dunia, juga mengekspose rakyat pada kemungkinan menjadi korban politisasi pangan oleh negara. Gagasan kebutuhan akan kecukupan pangan hendaknya ditaruh pada pundak kemampuan rakyat sendiri. Oleh karena itu, politisasi pangan merupakan intervensi yang harus dikritisi dan dinilai boleh tidaknya Pemerintah menjamin kecukupan dan mengelola kedaulatan pangan.

Unsur-unsur yang mampu menjamin dan menopang kedaulatan pangan itu adalah kearifan lokal dan keanekaragaman hayati. Kearifan lokal adalah kecerdasan dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta yang berwajah manusia dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala alam serta keteledoran manusia. Sedangkan keanekaragaman hayati adalah kekayaan komunal rakyat setempat yang dilestarikan dan dijaga oleh mereka dengan segala macam budaya, awing-awing, larangan-larangan, selama beribu-ribu tahun. Dari kekayaan itu, manusia mampu bertahan dan tetap lestari hidupnya. Kedua sumber daya itu merupakan pertaruhan hidup matinya bangsa: persediaan pangan yang cukup bagi semua manusia. Sayangnya, pertaruhan hidup mati bangsa itu sering terlupakan.

Terdapat sebuah pemikiran mengapa kita harus kembali kepada hal diatas, karena pertama adanya perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia dari makanan pokok nasi berkembang ke produk berbahan baku terigu (bahan baku impor). Kemudian dapat terlihat pada strategi pengembangan industri andalan daerah diorientasikan pada pengolahan sumber daya yang berbasis potensi lokal. Lalu pada dasarnya produk unggulan daerah memiliki ketersediaan mencukupi kebutuhan, memberikan nilai hasil yang lebih tinggi  & memiliki daya saing kuat dibandingkan dengan produk lainnya serta memiliki keunggulan komparatif  & keunggulan kompetitif .

Langkah strategis lainnya bisa dilihat dengan adanya perkembangan trend wisata gastronomi atau yang lebih popular dikenal sebagai wisata kuliner yang pada saat ini  didorong oleh "local genius". Apalagi jangka panjangnya untuk melestarikan gastronomi Indonesia sejak dini dari keluarga batih, serta mendorong setiap individu menjadi agen promosi makanan dan minuman Indonesia saat berhadapan dengan bangsa lain.

Terkait dengan industri pariwisata ini, sudah selayaknya kita perlu mengetahui nilai baru yang dimiliki oleh para wisatawan pada masa kini. Sekarang sudah muncul trend banyak para wisatawan melakukan kegiatan berwisata secara individualistik karena mereka memiliki kesadaran menggunakan akses teknologi untuk menyiapkan informasi transportasi dan juga akomodasi bahkan menuju daerah tujuan wisatanya. Wisatawan mancanegara saat ini memiliki kesadaran akan menjaga lingkungan. Oleh karena itu mereka akan memilih objek wisata yang memegang teguh konsep keberlanjutan. Para wisatawan pun tidak mencari kemewahan dalam kegiatan berwisata,  namun mencari keunikan yang khas dari suatu negara. Semua itu diperkuat oleh adanya penggunaaan informasi sosial media.

Hendaknya kalangan industri sepakat menggunakan bahan baku lokal dalam mempromosikan gastronomi Indonesia. Sebaiknya seluruh stakeholder sepakat mendukung dan berkomitmen upaya promosi kuliner ditingkat lokal, regional dan internasional. Tanpa adanya kesepakatan tersebut maka akan sulit bagi bangsa Indonesia berkompetisi dengan bangsa lain di mancanegara. Apalagi fenomena pengakuan hasil budaya dan kuliner bangsa kita sudah diakui mereka sebagai kuliner andalan di dunia.

Dilain pihak para gastronom harus mampu menciptakan produknya dengan tetap menjaga keramahan lingkungan, memiliki gaya lokal dan mampu bersikap ramah terhadap tamu. Tetap menjaga keaslian daerahnya, bersikap dan berperilaku lokal namun tetap berfikir global. Menampilkan makanan dan minuman yang otentik dan tetap menjaga kesederhanaan dari gastromomi itu sendiri.

Dengan demikian sudah saatnya bagi bangsa Indonesia menyadari bahwa gastronomi adalah industri besar yang patut diperhatikan secara seksama dan penting untuk dikembangkan lebih serius di negara ini. Sudah saatnya menyelesaikan persoalan hidupnya (pangan) dan harta kekayaan yang kita punyai dan masih kita kontrol. Hanya dengan cara itu, efek  globalisasi ekonomi berkenaan dengan pangan dapat dihindarkan. Ada suatu pepatah-petitih yang mengatakan: "Tidak ada modal yang handal selain yang sudah kita punya (keanekaragaman hayati). Tidak ada kepandaian yang tahan uji selain yang berabad-abad lamanya telah selamat mengarungi berbagai hempasan ombak jaman (kearifan lokal)".

Saturday 9 August 2014

Beru Dayang : Dewi Padi dalam Kepercayaan Orang Karo

Sejarah darimana datangnya padi di Karo sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Namun banyak pendapat-pendapat para ahli menerangkan asal mula padi di Karo. Menurut Brandes bahwa penanaman padi di sawah di mulai sejak sebelum pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha datang ke Karo. (Brandes, 1889 dalam Ferdinandus,1990:426). Ini diperkuat lagi dengan peninggalan-peninggalan yang masih di lihat dalam masyarakat Karo yaitu marga-marga yang ada di Karo. Sembiring Brahmana, Colia, Pandia, Manik, Dan Lingga. Dan sampai sekarang marga-marga ini masih di gunakan oleh orang Karo.

Pendapat lain mengatakan bahwa penanaman padi dengan sistem perladangan diperkirakan  di kenal oleh orang Karo jauh sebelum sekitar 2500-1500 SM, yaitu bersamaan masuknya kebudayaan megalituk tua ke Indonesia (Golden, 1945:138-141). Namun dalam teorinya ini masih ada keraguan karena tidak disertakan dengan bukti-bukti yang kuat.

Namun ada satu cerita dalam kebudayaan Karo bahwa padi itu berasal dari Beru Dayang. Awalnya nenek moyang orang Karo hidup di hutan-hutan belantara dan berpindah-pindah. Dan yang menjadi  makanan mereka adalah buah-buah pohon masak yang ada di hutan, dimana mereka menemukan buah disitulah mereka tinggal sampai buah tersebut habis.  Dan karena buah itu, sering terjadi pertengkaran sesama mereka dan saling membunuh. Artinya makananlah yang membuat mereka sering bertengkar.

Hal ini dilihat oleh dibata maka ia berkata kepada Beru Dayang Jile-jile (nama dewi padi) yang menjadi perantara untuk manusia.

"Bawalah benih padi dan ajarilah manusia untuk menanam padi supaya padilah yang menjadi makanan mereka nantinya, agar mereka tidak bertengkar dan memperebutkan buah pohon dan tidak lagi hidup berpindah-pindah ketika buah pohon itu habis dan kesulitan mencari buah pohon yang masak”.

Lalu sujudlah  Beru Dayang dengan tangan kiri dan kanan menyatu serta menundukan kepalanya dan berkata "apa yang Dibata perintahkan padaku akan kulakukan untuk manusia"

Maka turunlah Beru Dayang  ke bumi dengan membawa benih yang akan diberikan kepada manusia.

Maka sampailah ia di bumi ini karena kuasa dan kekuatan yang diberikan kepada Beru Dayang yang menjadi perantara Dibata dengan manusia. Maka berkumpulah semua manusia baik dari Timur dan Barat. Setelah semuanya berkumpul, maka berkatalah Beru Dayang  kepada mereka "bagi kamu semua manusia sekarang akan kuberikan benih padi kepadamu supaya kamu tanam agar padi inilah yang akan menjadi makananmu. Dan aku akan mengajari cara menanam benih padi ini".

Mereka juga diajari bagaimana cara mengurus padi yang baik, begitu juga setelah padi dipanen dan bagaimana cara menumbuknya begitu juga dengan memasaknya.

Semua padi yang ditanam manusia itu sangat subur sekali berkat ajaran Beru Dayang dengan hasil melimpah ruah. Maka setelah itu pulanglah Beru Dayang ke asalnya. Nama-nama jenis padi yang ada di Tanah Karo sampai saat ini disebut dengan Dayang sebagai ungkapan terima kasih mereka. Jenis-jenis padi itu adalah :

- Beru Dayang Rungun-rungun (nama padi yang telah ditanam)
- Beru Dayang Buninken (nama padi yang telah ditanam dan di tutup)
- Beru Dayang Malembing (nama padi setelah daunnya mirip lembing)
- Beru Dayang Meduk-meduk (nama padi setelah daunnya rimbun dan daunnya melengkung ke bawah)
- Beru Dayang Kumerket (nama padi stelah bunting)
- Beru Dayang Perinte-rinte (nama padi setelah daunnya menguning)
- Beru Dayang Pegungun (nama padi setelah di panen dan di jemur)

Padi Sebagai Makanan Pokok di Karo
Sama seperti Jepang, bagi orang Karo padi juga merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Apalagi rata-rata mata pencaharian orang Karo adalah bertani. Padi juga menjadi makanan utama orang Karo.

Kebiasaan utama orang Karo adalah menyimpan sebagian padi untuk perayaan-perayaan tertentu. Biasanya ada tempat khusus untuk menyimpan padi yaitu dalam lumbung yang disebut dengan  “keben”. Kebiasaan ini di turunkan oleh nenek moyang dan sampai sekarang masih dilakukan. Padi digunakan dalam merayakan pesta tahunan “kerja tahun”,  memasuki rumah baru dan acara-acara khusus dalam pernukahan dan adat anak  lahir. Jadi padi merupakan lambang ritual masyarakat Karo.

Cara memasak nasi pada zaman dahulu dengan sekarang.
Pada zaman dahulu nasi dimasak dalam periuk khas karo yaitu Kudin Taneh. Cara memasaknya yakni beras dimasukkan beserta air dan di naikkan ke atas api. Sekarang nasi sudah di masak dalam periuk-periuk biasa dan setelah mendidih dimasukkan lagi ke kukusan nasi. Bagi orang Karo nasi yang sudah masak disebut dengan“nakan” dan apabila menjadi bubur disebut dengan nakan dak-dak. Nasi bubur ini juga menjadi makanan untuk anak-anak yang baru lahir.

Dalam perayaan tahunan biasanya ada makanan khas yaitu rires, cimpa gabur, tape. Rires adalah makanan khas orang Karo (makanan yang dimasak dalam bambu), bahan dasarnya adalah beras yang dicampur dengan garam, lada, kunyit, jahe, dan santan kelapa yang sudah diperas. Di setiap keluarga wajib membuatnya karena rires menjadi lambang ada atau tidaknya malapetaka yang menimpa seseorang. Rires biasanya dimasak dalam bambu muda dan dibakar, apabila sesudah masak warnanya kuning dan bagus serta rasanya pas dilidah maka tidak akan ada malapetaka. Apabila mentah dan warnanya pucat serta rasanya juga tidak pas maka akan ada malapetaka.

Cimpa juga merupakan makanan khas masyarakat Karo yang dibuat di setiap perayaan ”kerja tahun”. Cimpa bahan dasarnya adalah beras, dan cara membuatnya sama seperti membuat shitogi (kue Jepang) dimana tepung beras diuleni dengan air sampai lembut setelah itu di balut dengan daun singkut atau daun pisang. Setelah itu dimasak. Biasanya cimpa di sajikan dengan dicampur gula merah agar rasanya manis. Cimpa ini dinamakan dengan “cimpa pulut”.

Cimpa yang biasanya dijadikan persembahan kepada dewa atau roh dari orang yang sudah meninggal adalah “cimpa gabur”. Bahan dasar dari cimpa ini adalah tepung beras. Namun pada jaman dahulu biasanya beras diambil dari panen pertama dan di tumbuk kemudian dikepal sebesar kepalan tangan tanpa diberi campuran apapun. Mengingat proses membuat cimpa terlalu rumit dan lama maka dipermudah pembuatannya dari tepung beras yang dicampur dengan gula. Tujuannya agar dewi yang memakan kue ini akan merasakan manisnya hidangan yang disajikan maka dewi akan memberikan rejeki yang manis pula.

Makanan lain yaitu “tape” yang juga bahan dasarnya adalah beras. Tapi khusus untuk membuat makanan ini berasnya harus yang terbaik. Kepercayaannya,  selama membuat makanan ini tidak boleh mengeluarkan bau yang busuk karena bisa tidak jadi. Apabila rasanya manis maka dipercayai panen berikutnya pasti berhasil. Namun sekarang ini sudah  jarang dibuat karena caranya terlalu rumit, dimana harus dibungkus dengan lapisan yang tebal agar panas. Dan butuh waktu satu malam penuh untuk masak yang selama itu tidak boleh disentuh apalagi dibuka.

Saat ini yang masih dilestarikan pembuatannya adalah rires (kue dalam bambu) dan cimpa pulut saja yang di setiap perayaan kerja tahun pasti akan dijumpai.

Padi Dalam Kepercayaan Orang Karo
Di Jepang yang dipercayai sebagai utusan dari dewa Inari adalah Rase. Di Karo yang di percayai utusan dari dewi padi Beru dayang adalah Kalimbubu, Anak beru, dan Senina.

Kalimbubu adalah kelompok pemberi dara bagi keluarga (marga) tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari sering juga disebut sebagai Dibata ni Idah (Tuhan yang bisa dilihat), karena kedudukannya sangat di hormati. Sejarah penghormatan kepada kalimbubu ini berasal dari perintah dewi Beru dayang sewaktu di datang ke bumi. Titah dewi Beru Dayang  apabila ingin mendapat hasil padi yang melimpah maka benihnya harus diminta dari kalimbubu.

Biasanya untuk meminta benih padi, orang yang bersangkutan membawa sesajen atau persembahan berupa cimpa gabur, beras, ayam kampung yang berwarna putih yang kesemuanya diletakkan di atas piring yang berwarna putih juga yang disebut dengan pigan pasu.

Kalimbubu diibaratkan sebagai padi yang ditanam yang dapat menghasilkan panen yang melimpah, Jadi kalimbubu harus benar-benar dihormati dan disembah.

Anak beru dipercayai dapat menjaga padi dari serangan hama, kerbau, kambing. Anak beru diibaratkan sebagi pagar yang melindung padi. Anak beru berarti anak perempuan, dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo dikenal sebagai kelompok yang mengambil istri dari keluarga  (marga) tertentu.

Bahkan anak beru juga dipercayai dapat menjaga kerukunan dalam rumah tangga. Maka anak beru juga sangat dihormati dan disembah juga, karena kalau tidak maka dia bisa marah dan pasti hasil padi akan gagal karena dimakan oleh serangga atau kerbau.

Senina juga diyakini sebagai wakil dari beru dayang.  Senina adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat Karo.  Se berarti satu,  nina berarti kata atau pendapat, orang yang bersaudara.  Senina dipercayai diibaratkan sebagai pelindung dan penopang padi agar  tidak sampai ke tanah apabila angin berhembus. Jadi dia juga harus dihormati.

Sebagai wujud penghormatan kepada kalimbubu, anak beru dan senina maka dibuat suatu perayaan yang disebut dengan kerja tahun atau dalam bahasa Karo disebut sebagai Merdang Merdem.

Artikel kiriman dari Alexander Ketaren di Rumah Adat Namo Trasi, Langkat

Merdang Merdem - Gastronomi & Refleksi Prinsip Kedaulatan Pangan Suku Karo

Masyarakat Indonesia yang pada umumnya berbasis agraris memiliki corak kebudayaan dengan karakteristik agraris pula. Legenda Dewi Sri yang menjadi bagian dari sistem kepercayaan dikalangan suku Jawa maupun Sunda merupakan salah satu contoh corak budaya agraris dalam masyarakat nusantara. Moda produksi pertanian tidak hanya berpengaruh dalam aspek kepercayaan sebagai salah satu bagian dari keseluruhan sistem kebudayaan, namun juga memberikan ciri bagi unsur-unsur kebudayaan lainnya seperti sistem pengetahuan, teknologi serta kesenian.

Suku Karo di Sumatera Utara sebagai bagian dari masyarakat agraris nusantara juga memiliki corak kultural yang merefleksikan karakter agraris dari masyarakat Karo. Salah satu tradisi masyarakat Karo yang tidak lepas dari pola produksi pertanian ialah "Kerja Tahun" yang merupakan suatu bentuk ritual atau upacara penyembahan kepada Sang Pencipta atau Beraspati Taneh (dewa yang berkuasa atas tanah menurut agama Pemena atau agama asli suku Karo) yang bertujuan menyukseskan setiap tahapan aktivitas pertanian dan manifestasi dari harapan akan hasil panen yang berlimpah.

Kerja Tahun atau dalam bahasa Karo disebut "Merdang Merdem" adalah sebuah perayaan adalah kegiatan yang dilakukan secara rutin setiap tahun dan biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Bila upacara tersebut dilakukan pada masa panen (ngerires), maka hal itu menjadi perwujudan rasa syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan bertani telah selesai dengan aman dan sukses. Biasanya kerja tahun diadakan oleh masyarakat yang berasal dari satu kuta atau kampung tertentu.

Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara tari tradisional Karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan merdang merdem pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya jatuh di bulan juli.

Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda. Para tetua di rumah adat Namo Ukur, merumuskan nama kerja tahun di Karo sebagai berikut:

1. Hari Pertama (sada): Merdang Merdem - Cikor-kor
Kerja tahun yang dilaksanakan saat dimulainya proses penanaman padi. Diawali dari penyemaian benih sampai ditanamkan di ladang (merdang). Kerja tahun ini biasanya dilakukan di daerah Tiga Binanga dan Munthe. Di hari tersebut yang merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi ke ladang untuk mencari kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.

2. Hari Kedua (dua): Nimpa Bunga Benih - Cikurung
Sering juga disebut “ngamburngamburi”. Dilakukan ketika tanaman padi sudah berdaun (erlayuk, ersusun kulpah), yaitu berusia sekitar dua bulan. Hal ini biasa dilakukan di sekitar wilayah Kabanjahe, Berastagi, dan Simpang Empat. Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.

3. Hari Ketiga (telu): Mahpah - Ndurung
Tradisi ini dilakukan ketika tanaman padi mulai menguning. Pelaksanaan kerja tahun ini dilakukan di sekitar wilayah Barus Jahe dan Tiga Panah. Di hari ketiga ini ditandai dengan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.

4. Hari Ke-empat (empat): Ngerires - Mantem atau Motong
Kerja tahun dilaksanakan ketika padi telah dipanen, sebagai ucapan syukur atas hasil yang diterima. Pelaksanaan tradisi ini biasa dilakukan di daerah Batu Karang. Di hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak, penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk.

5. Hari Kelima (lima): Matana
Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.

6. Hari Keenam (enem), nimpa
Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.

7. Hari Ketujuh (pitu): Rebu
Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktivitas sebagaimana hari-hari biasanya.

Semua acara di atas dilakukan sesuai kepercayaan “pemena” dengan tata cara dan perlengkapan tertentu yang berbeda di setiap fase dan daerah. Selain hal di atas, kerja tahun juga memiliki fungsi lain yaitu mempererat ikatan kekerabatan. Saat kerja tahun, seluruh anggota keluarga berkumpul, termasuk yang dari luar daerah. Hal ini dimanfaatkan untuk sarana pulang kampung, mengunjungi para kerabat, melepas rindu, membicarakan hal-hal yang penting di tengah keluarga, sarana perjodohan putera dan puteri mereka juga untuk hiburan.

Kerja Tahun (Merdang Merdem) menjadi semacam perwujudan prinsip gotong royong dalam masyarakat Karo. Setelah satu tahun disibukkan oleh kegiatan bertani atau berladang yang juga dilaksanakan secara gotong royong, maka hasil dari aktivitas pertanian itu juga harus disyukuri dan dinikmati secara gotong royong pula. Pada masa kerja tahun, seluruh masyarakat kuta saling berbagi kegembiraan tanpa adanya sekat-sekat tertentu.

Refleksi Kedaulatan Pangan
Upacara kerja tahun merefleksikan kemandirian dan kedaulatan pangan masyarakat kuta dalam suku Karo yang masih bersifat subsisten. Alokasi pangan bagi perayaan kerja tahun serta sistem logistik yang kuat mencerminkan kearifan lokal yang tangguh dalam hal kedaulatan pangan. Pola pertanian atau perladangan masyarakat Karo sangat memperhatikan pemenuhan kebutuhan penduduk akan pangan. Maka jangan heran bila kita tidak akan menemukan peristiwa kekurangan pangan dalam sejarah kuta di Tanah Karo, kecuali yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti serangan dan penjarahan berbagai kuta yang dilakukan kolonialis Belanda di masa penjajahan.

Dalam konteks masa kini, pelaksanakan kerja tahun telah bergeser dari upacara yang mencerminkan harapan dan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah menjadi hanya ritual-ritual yang bersifat seremonial untuk kepentingan pariwisata. Seiring dengan perubahan sistem produksi dari pertanian komunal menjadi kapitalisme industrial pada masyarakat Tanah Karo, upacara kerja tahun pun mengalamai komodifikasi. Hal tersebut menjadi suatu keniscayaan dalam sistem kapitalisme yang berdasarkan paradigma ekonomi formalis karena menilai segala sesuatu dari nilai ekonomis semata.

Pergeseran nilai dalam ritual kerja tahun juga dipengaruhi oleh dianutnya agama-agama semit semacam Kristen dan Islam oleh sebagian besar masyarakat Karo. Sementara kerja tahun merupakan ritual yang erat dengan agama Pemena sebagai perwujudan rasa hormat dan syukur pada sang Beraspati Taneh.

Walaupun ada pergeseran jaman, antusias masyarakat Karo untuk menyelenggarakan kerja tahun tetap saja besar, walaupun membutuhkan persiapan waktu, biaya dan tenaga kerja. Antusias tersebut tidak hanya pada masyarakat di desa namun juga yang sudah bermukim di luar. Hal ini terlihat pada kenyataan bahwa acara ini tidak pernah terlewatkan di setiap tahun serta tetap saja terjadi arus mudik masyarakat untuk menghadirinya.

Masyarakat Karo seperti masyarakat lainnya tentu mengalami dinamika yang mangakibatkan terjadinya perubahan-perubahan. Kerja tahun sebagai tradisi yang merupakan kekayaan budaya masyarakat tetap dapat bertahan dalam artian bahwa pelaksanaan yang tetap rutin dilaksanakan pada setiap tahun. Namun sejalan dengan perubahan dalam masyarakat, harus diyakini bahwa telah terjadi proses adaptasi terhadap kondisi-kondisi di atas. Sangat memungkinkan bahwa faktor ekonomi dan religi yang menjadi konteks dan fungsi primer pelaksanaannya sudah bergeser bahkan tidak ditemukan lagi dalam pelaksanaan kerja tahun tersebut. Bahkan konteks dan fungsi lain yang sudah lebih dominan, seperti hiburan, prestise, dan sebagainya yang mewarnai pelaksanaannya.

Apapun yang terjadi dengan upacara kerja tahun kini, ritual tersebut tetap layak dijadikan referensi bagi segenap elit borjuasi yang memegang kendali atas negeri ini. Lebih tepatnya referensi mengenai prinsip kedaulatan pangan yang kini tergerus oleh arus liberalisasi. Budaya agraris masyarakat Karo serta masyarakat agraris lainnya di nusantara hendaknya menjadi contoh betapa kebudayaan masyarakat Indonesia sejatinya telah memiliki prinsip kemandirian yang sejalan dengan kemakmuran bersama. Perbedaan bentuk masyarakat bukanlah alasan bagi pengabaian nilai-nilai kearifan lokal yang masih relevan dengan situasi terkini Republik ini.

Artikel referensi:
- Wikipedia
- Diskusi dengan Katarsada Ketaren & Tima Ketaren di Rumah Adat Namo Ukur

Gastronomi & Makanan

Gastronomi secara etimologi berarti perut, pencernaan dan makanan (gastro) dan hukum (nomi). Menurut Brillat Savarin (abad 18) gastronomi berarti sesuatu yang berhubungan dengan makanan. Konsep dari gastronomi telah dikenal sejak abad ke 4 SM pada zaman Romawi kuno dan perkembangan selanjutnya baru diteliti sebagai istilah pada abad ke 18.

Gastronomi sendiri sebagai ilmu, tidak bisa dilepaskan dari aspek lain karena saling membentuk jaringan seperti halnya rantai makanan. Satu aspek dengan aspek lainnya saling berhubungan. Oleh karena itu, melihat makanan tidak bisa dari satu aspek saja. Gastronomi bisa berhubungan dengan sosial, ekonomi, politik, kesehatan, ataupun militer. Contohnya saja, kekurangan bahan makanan bisa menjadi faktor pencetus perang.

Dari gastronomi terkadang ada suatu penciptaan identitas yang melekat untuk suatu tempat, misalnya Indonesia sebagai Negara agraris diidentikan dengan makan nasi. Padahal tidak semua orang Indonesia makanan pokoknya adalah nasi, misalnya saja pada daerah timur Indonesia yang sebagian besar makanan pokoknya sagu ataupun jagung.

Hal ini bila terus dicitrakan akan membuat orang-orang yang tidak terbiasa memakan nasi menjadi bermasalah, misalnya saja pada kelaparan yang terjadi saat Indonesia sedang surplus beras. Padahal di timur orang tidak tahu harus bagaimana memasak nasi. Maka, makanan dapat mencitrakan identitas, lingkungan, dan status si pemakan.

Masalah makanan bukan hanya menyangkut enak atau tidak enak saja, lebih jauh dari itu bahkan menyangkut struktur yang terus bertahan dari masa ke masa, pengenalan pada alam, bahan makanan, dan pembangunan cita rasa yang berkembang kemudian (Mennel).

Sebelum abad 19, di Indonesia belum dikenal cita rasa seperti sekarang ini. Misalnya masakan padang pedas, jawa manis, dan sunda berlalab. Cita rasa ini dibangun, dipolakan, dan dikukuhkan ketika orang Belanda datang ke Indonesia. Cita rasa itu sendiri juga tidak jauh dari gagasan suka tidak suka tergantung pada pengaruh sosial dan lingkungan yang terkonsep menjadi budaya makan, misalnya daging babi.

Pembangunan cita rasa ini juga berhubungan dengan status dan kelas sosial (Pierre Bomrdeau). Misalnya saja, masyarakat menengah ke bawah yang masih melihat makanan sebagai kebutuhan biologis, dan masyarakat kelas atas (industri dan akademisi) yang menyeleksi makanan yang mereka makan dengan alasan tertentu seperti kualitas dan higienitas.

Pada 1920-30an di Indonesia, masyarakat kelas atas telah memikirkan cita rasa dan higienitas dari apa yang dimakannya. Menu makanan harus diganti setiap hari dan porsi makan antara malam dan siang harus dibedakan.

Harus dipikirkan juga praktis, higienis, sehat, dan bagus terlihat. Bahkan pada tahun-tahun tersebut sudah ada lembaga yang mengawasi obat dan bahan kimia yang digunakan pada makanan, misalnya pada air belanda (sirup). Karena kesehatan akan ditentukan oleh apa-apa yang dimakan, dan kesehatan menyangkut masalah orang banyak.

Pada masa itu, penyakit adalah metafora dari sejarah kehidupan sosial masyarakatnya. Menyangkut kepada siapa penderitanya dan apa kelas sosialnya (Susan Sontag). Penyakit TBC (tubercolosis) diidentikan pada penyakit miskin karena penderitanya bahkan diasingkan. Ada juga penyakit kanker yang diidentikan dengan penyakit kelas atas, karena disebabkan terlalu banyak makan enak. Beberapa makanan juga diadopsi dari pengaruh kebudayaan asing yang masuk, bahkan ada juga sampai pada pemberian namanya. Misalnya, sup, dan perkedel (perancis-fricandeau, belanda-frikadel).

Sekarang ini, makanan bukan hanya masuk sebagai pemenuhan gizi atau kebutuhan biologis, tapi juga menjadi gaya hidup dan komoditas ekonomi. Contohnya saja kaum yang mengaku sebagai golongan atas merasa sangat berkelas bila makan di restoran atau hidup sebagai vegetarian, makanan tertentu yang menjadi trend dan berkembang pada masyarakat saat itu seperti makanan siap saji, dan dijadikan komoditas ekonomi yang menguntungkan dengan target Negara yang sedang berkembang yang kurang memikirkan aspek kesehatan pada makanan mereka. Trend - trend tersebut seperti makanan fast food yang cenderung berlemak menimbulkan penyakit-penyakit baru seperti kolesterol dan kanker.

Selain itu, makanan dijadikan komoditas ekonomi yang bisa menarik wisatawan untuk datang berkunjung, makanan ini tentunya harus berbeda dari tempat yang lain. Di Filipina misalnya, ada sejenis makanan yang menggunakan bahan baku telur yang telah menjadi embrio. Atau di China, memakan monyet yang masih muda dengan cara memukul ubun-ubunnya dan selagi masih sekarat kepalanya dicungkil untuk dimakan otaknya. Makanan-makanan unik ini selain dapat menarik minat wisatawan untuk datang tapi juga dapat menambah pendapatan Negara.

Selain itu, pandangan masyarakat mengenai makanan dan lingkungan tempat mereka hidup sehari-hari menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan waktu serta benua. Kentang dan kacang dari dunia ketiga diperkenalkan ke Eropa dan Cina melewati berbagai rintangan. Kuliner khas Islam ternyata menjadi model bagi makanan Eropa di abad pertengahan. Hubungan antar negara diawali dengan pertukaran jenis makanan, baik bahan makanan ataupun cara penyajiannya. Selain itu, di Portugal makanan terkait dengan filosofi hidup: “Men are not measurable by their size.” So, makanan pun tak dilihat dari besarnya porsi tapi dinikmati dari kuatnya rasa dengan aroma khas demi menyimpan kenangan. Makanan favorit disana: sup sayuran dengan daging. Tak heran, mereka begitu semangat mencari bumbu-bumbu khas keluar dari negerinya. Demi “menyimpan kenangan.

Namun yang pasti, ciri dari identitas seseorang menurut para ahli, salah satunya dilihat dari makanan favorit. Sebab makanan yang kita suka berasal dari lingkungan tempat kita hidup. Dari satu tempat ke tempat lain, makanan bervariasi dalam bahan pembuatnya dan cara penyajiannya. Makanan merefleksikan lingkungan tempat sebuah masyarakat hidup, meski tak selalu ditentukan olehnya. Masyarakat yang hidup dekat laut cenderung mengkonsumsi ikan daripada mereka yang hidup dekat pegunungan. Kondisi lingkungan merupakan satu tantangan tersendiri untuk menciptakan satu jenis makanan baru, misalnya di daerah bersalju (Freedman. 2007).

Dari banyaknya permasalahan, dinamika, dan keragaman yang muncul, maka mempelajari makanan memerlukan pemahaman pada bidang lainnya. Bahwa makanan dapat menimbulkan gejolak dan permasalahan sosial dari masa ke masa bukan hanya membuat makanan menjadi hal atau pemenuhan kebutuhan biologis saja. Makanan bisa menjadi komoditas ekonomi yang pada sekarang ini juga tidak terlepas dari berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan sistem ekonomi (perdagangan bebas). Dapat menguntungkan bila dikelola secara benar dan juga merugikan, asal masyarakat dapat melihat makanan dari perkembangannya dari masa ke masa.

Kunci dari semua ini menyangkut "kearifan lokal" yang merupakan pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan Lokal adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kalau dikaitkan dengan makanan, maka "kearifan lokal" ini merupakan suatu cara dari seseorang atau sekelompok orang dalam mengkonsumsi makanan atau kebiasaan makan atau pola makan akibat adanya tekanan kultural, pilihan makanan dan dengan memanfaatkan jenis - jenis makanan yang terdapat di tempat atau lokasi tersebut.

Umpamanya 'Kearifan Gastronomi Lokal Indonesia" merupakan perpaduan antara budaya (makanan) lokal dengan makanan Timur Tengah, Cina, India, Eropa dan Amerika; yang di dalamnya terkait sebagai perekat unsur - unsur antara lain : sistem religi, adat istiadat, pandangan & kepercayaan, bahasa, sistem pengetahuan turun - menurun, organisasi sosial, seni budaya & teknologi. Atau bahasa "keren"nya ada unsur food value, food believe, food idea & food taboo. Ciri-cirinya bisa dilihat dari resep makanan diperoleh turun-temurun, penggunaan alat tradisional dan teknik mengolah masakan yang khas.

 Referensi Artikel :
- Wikipedia
- Freedman, Paul (Editor). 2007. Food: the History of Taste. California: University of California Press
- Wilkins, John. 1996. Food In European Literature. Exeter: Intellect Books.
- Blog Shinta Agustin Suherman

Thursday 7 August 2014

Komunitas Gastronomi Indonesia

Beragam upaya dilakukan untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi di bidang kuliner Indonesia. Upaya ini akan menjadi pusat pemecahan masalah yang terjadi dalam pengembangan seni kuliner Indonesia.  Pengembangan kuliner Indonesia dilakukan terutama dalam pemberdayaan sumber alam pertanian dan perikanan. Hal ini tentu membutuhkan sarana pembinaan dari para pemangku kuliner yang mendukung program pemerintah di tingkat daerah sampai pusat dalam pengembangan pariwisata khususnya wisata kuliner. Bentuknya dalam rupa organisasi pusat kajian, yang mana dalam kegiatannya disarankan melibatkan para pemerhati kuliner yang dapat memberi dukungan penuh. Mereka itu antara lain adalah akademisi dan peneliti seni kuliner Indonesia, pelaku usaha kuliner Indonesia (hotel, restoran, katering), food consultant dan dietician, pemerintah di tingkat pusat dan daerah dan stakeholder lainnya.

Kegiatan yang dilakukan para penggeliat kuliner tanah air dalam pusat kajian ini adalah berupaya menggali sifat dan karakteristik bahan baku makanan Indonesia. Kemudian melakukan inventori mengenai perpaduan penggunaan peralatan tradisional dan modern dalam pengolahan makanan Indonesia. Selanjutnya adalah melakukan  pengembangan penggunaan bahan makanan Indonesia dengan negara lain (Fusion food concept).  Di samping itu dilakukan penginventorian  seni penyajian makanan Indonesia berdasarkan standar food hygiene dan sanitation. Pekerjaan lain yang perlu dilakukan adalah melakukan standarisasi resep dan penghitungan nilai gizi makanan popular Indonesia. Berupaya pula melakukan pembangunan dapur individual seni kuliner Indonesia. (Individual Culinary Art Kitchen) sebagai upaya mendukung pengembangan keterampilan juru masak makanan Indonesia. Semuanya itu nanti harus didukung melalui penyaluran workshop pengembangan seni kuliner Indonesia dengan para stake holders (asosiasi dan lembaga kajian kuliner Indonesia).

Untuk ranah promosi di luar negeri perlu didukung dengan pembuatan data base jumlah restoran Indonesia di seluruh dunia, melalui kerjasama kedutaan / konsulat / perwakilan tetap Republik Indonesia. Selain itu perlu dilakukan road show Gala Dinner dan  Indonesian Food Promotion yang perlu dilakukan di 20 negara terkemuka di dunia. Kemudian menerbitan buku Indonesian “Nouvelle Cuisine”. Semua itu tentu dengan melakukan pemilihan “Local Genius” kuliner unggulan dari setiap daerah, dan penentuan berbagai hal yang terkait dengan prinsip-prinsip dasar kuliner. Hal penting lainnya adalah pembuatan “Coffee Table Book” kuliner Indonesia untuk panduan jamuan kenegaraan, ataupun Gala Dinner.  Buku ini penting untuk memuat modifikasi penghidangan,  dan adaptasi waktu, serta penyajian dengan hidangan penyerta lainnya secara International (Breakfast, Lunch, Dinner, Coffee Break, Wine, dan lainnya).

Konsentrasi Pengembangan Gastronomi di Indonesia:
Untuk kemaslahatan rakyat, organisasi kajian ini harus berupaya mengembangkan kegiatan ekonomi berdasarkan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk mendapatkan kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Keberadaan organisasi kajian ini adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi berbasis keunggulan di daerah yang dikaitkan dengan kebutuhan sumber daya manusia dalam pengembangan ekonomi kreatif yang berkualitas.

Tugas pokok dari organisasi kajian ini  adalah:
1.  Menyelenggarakan pendidikan dan kajian seni kriya dan pendidikan kewirausahaan kreatif.

2.  Melakukan penelitian yang komprehensif pada bidang seni kriya dan kewirausahaan kreatif. 

3. Memberikan layanan jasa dan pengabdian dalam memajukan seni kriya dan kewirausahaan kepada masyarakat. 

4.  Meningkatkan kerja sama antara perguruan tinggi, pemerintah dan masyarakat.

Bagi kepentingan pariwisata, organisasi kajian ini perlu menyusun strategi untuk pengembangan potensi pariwisata Indonesia, dengan mengumpulkan data kuliner lokal berdasarkan  wawancara dengan masyarakat dan para stakeholder kemudian diolah dengan menggunakan statistik deskriptif. Kemudian strategi pengembangan pariwisata  dirumuskan dalam beberapa tahap yaitu wawancara dari beberapa ratus wisatawan secara acak, dan diolah dengan menggunakan analisis conjoint, diskusi dengan para stakeholder dan juga menyertakan pendapat para pakar.

Prioritas utama pengembangan pariwisata adalah melalui bidang ekonomi berbasiskan budaya atraksi wisata yang menggabungkan lanskap budaya.  Pariwisata juga harus diarahkan pada ekonomi berdasarkan ekosistem yang ramah lingkungan serta mengelola dan melestarikan biosfer di mana kehidupan berlangsung. Pengembangan pariwisata di masing-masing wilayah sebaiknya patut memprioritaskan strategi hijau yang menerapkan eco-museum yaitu konsep tentang pengelolaan obyek wisata, yang menghubungkan campuran lanskap cagar budaya dengan revitalisasi kuliner lokal, seni dan budaya.

Langkah Strategis Agar Gastronomi Indonesia Unggul:
Terdapat beberapa langkah strategis yang harus dilakukan agar Indonesia bisa unggul dari bidang ini, yakni:
1.  Melakukan penyiapan sumber daya manusia sejak dini;

2.  Difasilitasinya pengembangan dan pembukaan restoran Indonesia di luar negeri oleh pemerintah RI adalah mutlak harus dilakukan. Tujuannya peningkatan jumlah restoran itu akan selain memperkenalkan makanan Indonesia ke ribuan perut baru, juga akan mendorong lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi Indonesia.;

3. Dilakukannya  penajaman aktivitas,  dan dukungan promosi baik nasional maupun Internasional dari setiap pemangku kepentingan (Kementerian terkait, Asosiasi terkait, Institiusi Pendidikan, Jurnalis Kuliner, dan lainnya);

4. Perlu membuat kampanye terpadu “Indonesian Global Cuisine” yang komprehensif dengan melibatkan Kementerian terkait (presidential Visit to Foreign Countries involving the indonesian cuisine spirit, Kemenparekraf /BPPI, Kemlu / Perwakilan RI / Atase Kebudayaan, Kemdiknas, Kemperdag, para pakar kuliner, Asosiasi terkait, Pemerintah Daerah, Cuisine Diplomacy, National Cuisine Road Show, Indonesian Cuisine Exposure in Strategic International Event, Participation in the most International Cuisine Fair, Internal Campaign on Indonesian Cuisine for young generation, etc);

5.  Melakukan intensitas keikutsertaan tim kuliner Indonesia pada World Cuisine Competition.

Pertanyaannya adalah bagaimana posisi promosi kuliner kita di mancanegara.  Berdasarkan data di internet diperoleh data 10 masakan Negara yang ter-enak di dunia yaitu : 1) Perancis, 2) Italia, 3) Cina, 4) India, 5)  Thai, 6) Meksiko, 7) Jepang, 8) Spanyol,  9)Yunani, 10) Libanon.

Patut diperhatikan kata-kata Alice Mei Brock, yaitu “Tomat dan oregano membuatnya Italia; Anggur dan tarragon membuatnya Perancis; Krim asam membuat Rusia; Lemon dan kayu manis membuatnya Yunani; Kecap membuatnya Cina.
Lalu bagaimana dengan Indonesia icon makanan, rempah atau produk apa yang menjadikannya icon kuliner bangsa kita.  Apakah terasi,  saus kacang, pandan, atau daun salam?

Saat ini berkembang trend berwisata kuliner dengan didorong oleh keinginan untuk mengekplorasi local genius. Terdapat beberapa langkah teknis yang seyogyanya dilakukan  para gastronome yaitu:
1.  Melakukan  set-up kuliner Indonesia.

2.  Membuat kerangka kerja.

3.  Membuat prioritas kuliner dari  lokal genius

4.  Melakukan modifikasi layanan .

5.  Membuat prioritas penyajian.

6.  Menggunakan rempah-rempah, dan  bumbu lainnya.

7.  Membuat standarisasi masakan.

8.  Menginventori minuman dan masakan Indonesia.

9.   Membuat standar kurikulum kuliner nasional.

10. Adanya dukungan penuh pemerintah.

11. Melaksanakan konvensi nasional dan merealisasikan pembuatan Buku Coffee Table.

12. Melakukan promosi di dunia.

13. Membuat kurikulum yang memiliki kompetensi di dalam negeri, dan luar negeri.

14. Membuat kawasan kuliner.

Tentunya promosi masakan Indonesia hanya akan berjalan dengan baik apabila melibatkan Kementrian Luar Negeri, adanya peran  Diplomasi RI, Budaya. KBRI melalui  diplomasi dan acara, Kementrian Pendidikan dan kebudayaan, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, melakukan promosi berkolaborasi dengan asosiasi.  Selain itu pun saat melakukan roadshow melibatkan para ahli,  membuat kurikulum pendidikan yang tepat di bidang gastronomi, melaksanakan diplomasi dan menyajikan gastronomi Indonesia saat kunjungan Presiden, melakukan exposure secara  internasional, melakukan kampanye nasional. Tentu saja semuanya dapat dilakukan dengan kata kunci dengan berupaya, berinovasi, berkolaborasi, berkomitmen, dan memiliki anggaran yang memadai.”

Internasionalisasi Gastronomi Indonesia:
Upaya untuk lebih memperkenalkan makanan asli Indonesia kepada masyarakat internasional  khususnya dan meningkatkan citra Indonesia di luar ngeri pada umumnya dilakukan oleh beberapa instansi.  Seperti yang dilakukan Kementrian Luar Negeri Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa mengadakan seminar / focus giroup discussion dengan menghadirkan beberapa narasumber, praktisi, pengamat kuliner , dan pelaku usaha restoran Indonesia dan luar negeri.  Selain itu pun pihak kementrian, asosiasi-asosiasi, akademisi dan pihak swasta  terkait  pun hadir.

Tujuan penyelenggaraan kegiatan ini antara lain adalah:
1. Membentuk Grand Design pengembangan Kuliner Indonesia sebagai “Gelombang Baru” dalam khazanah kuliner dunia.

2. Menjadikan produk makanan dan restoran Indonesia sebagai salah satu pilar kegiatan ekonomi Indonesia di mancanegara.

Untuk melakukan penetrasi industri kuliner Indonesia sudah perlu dirumuskan standarisasi dalam industri ini. Hingga kini pada saat jamuan makan resmi pun belum ada standarnya. Perlu dipahami cita rasa orang Eropa, dipahami permainan menu apertizer  / main course / desert agar apa yang dihidangkan sesuai komposisi light atau heavynya. Cita rasa Indonesia sebenarnya berdasarkan pengalaman para praktisi yang mengatakan bahwa makanan Indonesia lebih diminati daripada kuliner negara India yang lebih banyak bumbu. Hal terpenting yang harus dijaga adalah otentisitas rasa, walaupun mengadaptasi dengan menggunakan bumbu bubuk atau bumbu jadi yang saat ini sudah diproduksi di negara ini.

Disamping itu tata kemasan menjadi elemen penting dalam mempromosikan kuliner Indonesia. Dari segi promosi memang patut mengkolaborasikan beragam stakeholder. Tujuannya adalah mengunggulkan dan menginternasionalisasi  kuliner Indonesia.  Ada beberapa inovasi saat ini yang ia lakukan dengan mengkreasikan oncom menjadi penganan yang dapat dinikmati lidah bangsa lain. Tak lupa media audio visual penting sekali untuk digunakan sebagai media promosi kuliner agar dilirik oleh semua bangsa di dunia.Hal tersebut adalah beberapa cara praktis yang dipaparkan oleh para praktisi. Tentunya semua ini patut dikaji ulang untuk segera mengejar ketinggalan bangsa Indonesia dalam mengunggulkan kuliner Indonesia sebagai atraksi wisata bangsa ini di dunia internasional.

Perlu adanya strategi yang diformulasikan dan disepakati secara bersama oleh seluruh stakeholder.  Kesepakatan yang patut dibuat adalah:
1.  Sepakat  untuk melestarikan kuliner Indonesia sejak dini dari keluarga batih, dan setiap individu menjadi agen promosi saat berhadapan dengan bangsa lain.

2. Seluruh industri sepakat menggunakan bahan baku lokal dalam mempromosikan kuliner Indonesia.

3.  Seluruh stakeholder sepakat mendukung dan berkomitmen upaya promosi kuliner ditingkat lokal, regional dan internasional.

Tanpa adanya kesepakatan tersebut maka akan sulit bagi bangsa Indonesia berkompetisi dengan bangsa lain di mancanegara, apalagi fenomena pengakuan hasil budaya dan kuliner bangsa kita sudah di akui mereka sebagai kuliner andalannya.  Saatnya bagi bangsa Indonesia menyadari bahwa kuliner adalah industri besar yang patut diperhatikan secara seksama dan penting dikembangkan lebih serius di negara ini.

Langkah Strategis Pengembangan Seni Kuliner Indonesia
Untuk melakukan positioning seni kuliner Indonesia di tatanan global perlu dilakukan perumusan tahapan strategis mengenai rencana pengembangan seni kuliner Indonesia, yakni:
1. Menyusun sebuah tim inti dan kesepakatan yang melibatkan asosiasi, akademisi, pengusaha kuliner, pemerhati kuliner, pemerintah pusat dan daerah.

2. Membuat program kerja dengan menyusun pembagian daerah ke beberapa kelompok untuk mencari data base terhadap kuliner otentik Indonesia.

3.  Membuat standarisasi resep dengan format baku dan dijelaskan secara detail termasuk nilai gizi, daerah asal, proses memasak, sampai dengan penyajian.

4.  Membuat kajian terhadap budaya, hasil bumi daerah tertentu, peralatan masak, dan nilai historis dari sebuah masakan (melalui rekomendasi buku – buku yang telah diterbitkan para pesohor kuliner Indonesia).

5. Membangun komunikasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mendapatkan informasi tentang masakan Indonesia yang otentik.

6. Merumuskan program kerja terkait dengan pembentukan tim inti dan budgeting dari asosiasi, pemerhati kuliner, pengusaha, akademisi, jurnalis.

7. Merumuskan dan mengumpulkan data base masakan – masakan daerah secara otentik maupun perkembangannya (turunannya).

8. Merumuskan pertemuan yang akan datang secara teknis dan mendapatkan aspek legal dari pemerintah maupun asosiasi terkait.

Tantangan Gastronom di Pasca Era Modern
Di dunia terdapat  Akademi Gastronomi Internasional,  yang saat ini  beranggotakan beberapa negara tertentu. Indonesia dapat berkaca pada Akademi Gastronomi Spanyol yang telah berkontribusi melakukan pemilihan yang terbaik kepada hal-hal yang terkait dengan Gastronomi (restoran, chef, manajer Food & Beverage, penyaji wine, wartawan, media dan buku).

Sebenarnya terdapat manfaat bagi gastronomi Indonesia dengan bergabung dalam Akademi Gastronomi Internasional karena:
1.  Kuliner Indonesia dapat lebih cepat dikenal di tingkat internasional.

2. Upaya terobosan langkah promosi kuliner Indonesia khususnya yang sudah dilakukan organisasi Internasiona ini dan dunia internasional.

3. Bergabungnya dalam asosiasi ini dapat menjadi jembatan atau akses untuk mempromosikan produk Indonesia di pasaran dunia, khususnya produk makanan dan pertanian.

4. Selain memiliki nilai tambah ekonomi, melalui gastronomi akan serta merta meningkatkan citra bangsa Indonesia yang memiliki ribuan warisan budaya kuliner.

5.  Dapat meningkatkan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia untuk alasan berwisata kuliner.

Kesimpulan:
Komitmen semua pihak perlu dilakukan baik secara individu maupun lembaga juga korporat secara kontinyu dalam melakukan upaya pelestarian, publikasi, promosi dengan mengikuti trend yang ada baik secara teknis juga tidak gagap teknologi. Selain koordinasi secara sinergis dengan para gastronome dalam melakukan aksi di tingkat regional, nasional, juga internasional.

Sebenarnya semua orang dengan mudah dapat membangun publikasi tentang gastronomi Indonesia.  Caranya adalah dengan menggunakan beragam aplikasi di dunia maya yang dapat diakses multi bahasa dengan menggunakan kata kunci gastronomi / kuliner, food, pariwisata, Indonesia.

Penggunaan kata kunci tersebut akan membuat peringkat akses internet terhadap makanan Indonesia akan meningkat.  Beragam cara dan upaya sudah dilakukan tinggal bagaimana anda akan mendukung dikenalnya seni kuliner Indonesia dapat bersaing di mancanegara.

Jangan menunggu gerakan yang besar untuk memperkenalkan makanan kita, mulailah dengan publikasi secara mandiri dengan begitu akan menyokong pengembangan seni kuliner Indonesia di mancanegara.

Sumber Referensi Artikel:
Dewi Turgarini, UPI Bandung & AGI 

Mengangkat Martabat Gastronomi Indonesia

Ketika kebanyakan orang berpikir tentang Istana, kata-kata pertama yang biasanya muncul dalam pikiran adalah Presiden, bukan makanan. Namun sebenarnya ada yang "lebih jauh dari itu"; salah satunya adalah kuliner. Dulu di lingkaran istana ada Joop Ave yang banyak menyajikan masakan lokal untuk tamu negara. Bahkan jaman bung Karno ada koki yang khusus membuat sop buntut, pepes ikan dan sayur lodeh yang terkenal semasa itu. Kesemua ini mengetengahkan tentang budaya kuliner Indonesia

Terlebih selama beberapa tahun terakhir, kita melihat perubahan mendasar dari masyarakat awam dalam cara tuntutan hidup dan makanan, khususnya di kota-kota besar, yakni meminta mutu makanan lebih segar, sehat dan bergizi. Masyarakat telah berkomitmen untuk mengatasi obesitas di komunitas mereka. Namun sayang komitmen Pemerintah belum terasa maksimal, karena kuliner semata-mata dianggap sebatas ikon makanan tradisional, bukan sebagai ikon gastronomi yang bisa mengangkat martabat warisan budi daya kita semua.

Kulineri adalah misi mulia yang merupakan tradisi citarasa bangsa yang harus ditempatkan pada tingkat yang elite agar tidak sekedar menjadi stigma kelangsungan hidup.

Apa yang ada di masa depan untuk ruang kuliner nusantara? Nah, yang pasti akan terus berkembang, tapi unik belum menjadi program kerja para penguasa dan elite politik negeri ini. Setiap negara memiliki rasa kuliner yang unik, karena kemungkinan tidak terbatas, dan ada selalu kekhas'an lebih untuk menemukan."

Berbekal aneka ragam kuliner Indonesia, saya mengajak elite politik merumuskan program kerja untuk mengangkat kuliner lokal menjadi sarana politik nasional. Kuliner lokal memiliki nilai ekonomi yang perlu terus ditingkatkan. Negeri ini banyak sekali kekhasan wisata kuliner, jika potensi tersebut dapat diolah maka secara otomatis dapat meningkatkan ekonomi warga dan harkat martabat bangsa.

Kuliner bisa kita gunakan sebagai sarana berpolitik. Politik adalah kerja. Kerja politik baru dikatakan berhasil jika memiliki faedah dan manfaat bagi masyarakat. Tujuan mengangkat nilai kuliner lokal ini, agar dapat mengangkat ekonomi para pelaku kuliner di tingkat lokal.

Untuk itu sudah waktunya para elite, penguasa dan partai politik membuat 'Kebijakan Politik Kuliner’ untuk program kerja dan nilai jual sampai ke pasar internasional. Kuliner nusantara merupakan aset budaya yang perlu diolah menjadi bagian dari pembangunan ekonomi berbasis kreatifitas bangsa.

"KEMBALI KE INDONESIA KULINER" itu adalah janji utama yang perlu di dapat dari para elite, penguasa dan partai politik di negeri ini. Sudah saatnya kuliner dimasukan dalam program kerja politik mereka.

Contoh yang bisa dilakukan, perlunya anggota parlemen dan jaringan media TV dan cetak mulai mendorong setiap kunjungan kerja pejabat negara (anggota DPR maupun Presiden / Wakil Presiden serta Menterinya) membawa Chef Indonesia untuk menjamu kuliner lokal kepada counterpart mereka dalam acara yang diselenggarakan di luar negeri. Ini salah satu bentuk promosi kerja politik elite kita yang seharusnya sudah mulai dilakukan dengan sesegera mungkin.

Kemlu melalui Perwakilan Indonesia mereka di luar negeri (KBRI, PTRI, KJRI & KRI) pun perlu membuat planning untuk memasukan Kebijakan Kuliner Nusantara sebagai alat lobby  dan promosi dengan counterpart mereka yang tidak terbatas pada acara di rumah Indonesia tetapi mendorong adanya festival kuliner nusantara di Negara penempatan.

Perwakilan Indonesia di luar negeri diketahui sudah punya standard dalam "Mengatur Tabel Diplomasi", termasuk pada saat kunjungan pejabat negara Indonesia. Presiden perlu memerintahkan Kemlu melakukan kemitraan inisitatif dengan para Chef Indonesia untuk membangun visi diplomasi "pintar kekuasaan", yang mencakup penggunaan berbagai macam alat diplomatik, dengan memanfaatkan makanan nusantara, keramahan dan pengalaman bersantap sebagai cara untuk meningkatkan bagaimana diplomasi formal dilakukan, budidaya pemahaman budaya dan memperkuat hubungan bilateral melalui pengalaman bersama.

Pergunakan ide makanan sebagai landasan program diplomasi untuk belajar tentang budaya yang berbeda dalam mendiskusikan isu-isu bilateral terkait yang penting dari program perjananan dinas tersebut.

Malah bila diperlukan dalam acara kerja politik parpol (pilpres dan pilkada) urusan kuliner dimasukkan dalam program acara pembinaan ke masyarakat dengan mengajak pendukung mereka melakukan POTLUCK yakni membawa makanan masakan rumah untuk disajikan dalam acara kerja politik tersebut dan menilai mutu dan keunikan dari masakan yang dihidangkan.

Partai politik harus mampu meramu isyu-isyu kepartaian dengan memanfaatkan hati nurani pemilih melalui perut. Tradisi kuliner lokal adalah kuncinya, karena "Rahasia sukses kuliner masa depan ada di catatan masakan-makanan masa lalu. Jika kita dapat menggali dan menemukan resep tradisional para leluhur, maka kuliner Indonesia akan bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena sebenarnya lestarinya keberadaan kuliner masa kini berasal dari kekayaan resep asli dan tradisi warisan masa lalu."

Wallahualam, semoga menjadi kenyataan.

Diplomasi Gastronomi - Sifat Keramahan, Wibawa, Kekuatan dan Kelembutan Diplomasi


“…the fate of nations has often been sealed at a banquet.” (Brillat-Savarin 1970 55) ..

Makanan adalah obyek umum yang selalu ada dalam masyarakat komunal di seluruh sejarah. Makanan dikonsumsi setiap hari untuk mempertahankan hidup, namun penuh makna sekunder dan simbolisme saja. Sejak 1900, disiplin akademik tentang makanan telah berkembang menjadi multi-disiplin, artinya tidak dimonopoli oleh satu ilmu pengetahuan.

Disiplin ilmu politik yang awalnya hanya memberikan kontribusi kecil, sejak berakhirnya Perang Dingin, mulai memperkenalkan isyu makanan sebagai basis ilmu politik. Para pakar politik mengusulkan isyu makanan tidak hanya penting bagi kelangsungan hidup konsumen individu tetapi juga untuk kelangsungan hidup dan proliferasi dari negara bangsa modern. Bentuknya ketentuan kebijakan pangan, ketahanan pangan, kedaulatan pangan dan budaya pangan yang merupakan faktor-faktor penting dalam menentukan buffer stock suatu bangsa untuk  menguasai bahan pangan.

Gagasan yang diajukan Morgenthau mengenai “Kekuatan Prestise”, dapat dipahami sebagai proto-konseptualisasi tentang bagaimana elit politik menggunakan diplomasi budaya untuk mencapai tujuan mereka. Salah satunya dalam memahami kekuatan dan diplomasi itu melalui lensa makanan dan keramah-tamahan budaya.

Artinya mutu struktur makanan dimanfaatkan oleh aktor dan elit politik sebagai bentuk diplomasi budaya negara yang bersangkutan. Lebih sederhana lagi bisa dikatakan prestise diplomatik dan keahlian memasak merupakan kekuatan diplomasi budaya. Hal ini dapat dipahami mengingat diplomat adalah "perwujudan dari kekuasaan yang berdaulat".

Gengsi di antara bangsa yang berpolitik merupakan kendaraan untuk kekuasaan di mana elit politik dapat berinteraksi. Upacara seremonial diplomatik merupakan bentuk wibawa yang dapat meningkatkan dan menggambarkan hubungan kekuasaan antara bangsa-bangsa, elit dan aktor-aktor lain.

Acara seremonial diplomatik, sebagai kekuatan prestise, berfungsi baik sebagai "barometer" untuk hubungan politik dan sebagai "cermin" dua arah ke arena politik dalam menjelaskan tindakan kekuasaan itu berjuang. Jika suatu bangsa, dalam sebuah upacara diplomatik, diperlakukan lebih baik atau lebih buruk daripada seharusnya, hal ini akan menyebabkan hubungan kekuatan antar mereka berubah.

Prestise atau wibawa atau gengsi dari suatu upacara seremonial diplomatik merupakan kekuatan diplomasi budaya. Aspek wibawa itu dapat dilihat melalui sifat non militer / non kekuatan yang didorong dalam upacara seremonial diplomatik. Tujuannya untuk mengubah perilaku aktor / elite politik melalui persepsi, simbolisme dan budaya. Makanan adalah sebagai daya indikator kewibawaan tersebut dalam situasi di mana kekuasaan politik itu digunakan.

Kekuatan makanan tidak berbeda dari jenis lain bentuk kekuasaan yang dimanfaatkan sebagai sarana menarik atau memaksa pihak lain untuk mengubah tindakan mereka. Hal ini menggambarkan hubungan kekuasaan ranah politik yang menggunakan sarana makanan sebagai senjata diplomasinya.

Makanan dan upacara diplomatik memiliki banyak kesamaan sebagai sarana di mana interaksi dapat berkomunikasi dan menampilkan kekuasaan dengan tindakan diplomatik dan ramah tamah dari makan malam formal. Menu mutu struktur makanan yang dihidangkan menampilkan cara kerja dan efek dari prestise diplomasi budaya dengan cara yang unik.

Upacara diplomatik - terutama kemegahan dan mutu makanan yang dihidangkan  - baik bilateral maupun multilateral, merupakan cara untuk mengkomunikasikan ide-ide dan informasi. Situasi ini membuktikan kekuatan tuan rumah dan barometer dua arah untuk memungkinkan diplomat mengakses counterpart mereka di luar jalur birokrasi politik biasa.

Salah satu barometer penggunaan upacara diplomatik adalah melalui media makanan. Ketika kepala negara berkumpul dalam konteks bilateral atau multilateral, fitur inti dari acara-acara diplomatik yang paling penting adalah perjamuan makanan.

Mutu struktur makanan yang dihidangkan merupakan simbol kekuatan dari diplomasi untuk menilai bagaimana counterpart melihat kekuatan negara lain dan pengorganisasian mutu struktur makanan yang dihidangkan. Ini semua berkaitan erat dengan "Gastronomi Diplomasi" dalam menggambarkan wibawa menggunakan makanan sebagai media untuk interaksi. Dengan demikian makanan telah menjadi sarana pemerintah di dalam menterjemahkan aristokrasi politik dan simbol kekuasaan budaya negaranya.

Gastronomi Diplomasi telah menjadi alat populer di kalangan diplomat untuk mempromosikan budaya dan makanan serta berbagi keunikan masakan dari masing-masing negara. Dalam kiasan lain, Gastronomi Diplomasi atau dalam bahasa yang lebih sederhana, diplomasi kuliner, disebut juga sebagai "GastroDiplomacy" yang menyajikan makanan dengan seni budaya-nya.

GastroDiplomacy merupakan "instrument diplomasi tertua" yang memanfaatkan makanan dan masakan untuk menciptakan pemahaman lintas budaya dengan harapan agar meningkatkan interaksi dalam kerja-sama. Pemahaman itu dengan menggunakan hidangan untuk berbicara, berinteraksi dan saling pengaruh-mempengaruhi terhadap mitra (timpalan) kerja mereka.

Program GastroDiplomacy dilakukan beberapa Pemerintahan di dunia yang bisa dicatat di bawah ini sebagai berikut :

Thailand :
GastroDiplomacy merupakan inisiatif awal diplomasi kuliner yang diluncurkan Pemerintah Thailand pada tahun 2002 untuk mendorong lebih banyak orang di seluruh dunia makan masakan Thailand.  Tujuannya dengan cara membangun sejumlah restoran Thai di seluruh dunia dengan bantuan pinjaman lunak jangka panjang yang dijamin oleh Pemerintah, termasuk fasilitas edukasi dan maintenance hidangan masakan-makanan yang akan dipromosikan kepada masyarakat dunia.

Selain itu tujuan lainnya adalah untuk membujuk lebih banyak orang mengunjungi negeri Thailand dan memperdalam hubungan diplomatik dengan negara lain melalui makanan. Program Global Thai ini sangat sukses dan telah meningkatkan jumlah restoran Thailand di belahan dunia dari 5,500 di tahun 2002 menjadi lebih dari 13.000 pada tahun 2009.

Program ini kemudian diikuti dengan program "Thailand - Kitchen of the World" sebuah e-book di media sosial yang diterbitkan untuk promosikan program ini ke seluruh dunia dengan iklan sebagai berikut :

"Makanan Thai dari masa lalu hingga sekarang merupakan hidangan khas dalam pesona dan karakter. Masakan adalah warisan kebanggaan rakyat yang tidak ada duanya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Terlepas dari perpaduan yang lembut, cita rasa dan nilai gizi yang kaya, pengaturan terperinci dan dekorasi dengan buah maupun sayuran ukiran, membuat makanan Thai semuanya lebih menarik. Pada saat yang sama makanan Thai mencerminkan kearifan dan budaya bangsa Thailand. Hari ini masakan Thai siap untuk membuat Thailand sebagai dapur kebanggaan dunia"

Saat ini makanan Thai diakui popularitasnya dan menduduki peringkat ke-empat dalam pengakuan kategori etnis masakan antar bangsa. Bentuk usaha Gastrodiplomacy Pemerintah Thailand telah membantu menciptakan 'branding' bangsa ini kuat dikenal dalam masyarakat internasional.

Korea Selatan :
Negara Asia lainnya mengikuti langkah Thailand adalah negeri Korea Selatan melalui Kimchi diplomasi. Pemerintah Korea Selatan meluncurkan proyek Diplomasi Kimchi pada tahun 2009 dengan investasi US$ 77m yang dikenal dengan program "Masakan Korea ke Dunia" atau "Global Hansik ". Tujuannya adalah untuk mempromosikan keunikan dan kualitas kesehatan masakan Korea (Hansik) serta untuk meningkatkan jumlah restoran Korea di seluruh dunia.

Penekanan diplomasi Kimchi terutamanya dilakukan di negara Amerika Serikat yang mengacu pada hidangan rasa Korea yang kaya akan sayuran acar dengan cabai merah dan bawang putih. Setelah peluncuran diplomasi Kimchi terjadi peningkatan jumlah truk makanan cepat saji Korea di kota California yang melayani quesadillas kimchi. Quesadillas adalah semacam tortilla diisi dengan, protein daging atau seafood dan sayuran acar dengan cabai merah maupun bawang putih yang telah dipanaskan.

Program diplomasi Kimchi dijalankan oleh Kementerian Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Perikanan. Kesemua proyek ini dibangun dengan bantuan pinjaman lunak jangka panjang yang dijamin oleh Pemerintah Korea Selatan, termasuk fasilitas edukasi dan maintenance hidangan masakan-makanan yang akan dipromosikan kepada masyarakat dunia.

Tercatat pada tahun 2007, Pemerintah Korea Selatan telah mendirikan 40.000 restoran di seluruh dunia, termasuk proyek pembukaan sebuah pendidikan kursus masakan Kimchi di lembaga pendidikan memasak yang diakui secara internasional serta proyek peluncuran food truck makanan Korean di berbagai kota-kota metropolitan di negara barat.

Amerika Serikat :
Pemerintah Amerika Serikat bergabung dengan GastroDiplomacy pada 7 September 2012 saat meluncurkan program Diplomatik Kuliner Kemitraan (Culinary Diplomacy Partnership Initiative). Instrumen baru diplomasi Washington ini bertujuan memperkuat hubungan bilateral di meja makan dengan rekan mitra kerja mereka, baik itu diselenggarakan di dalam negeri maupun di berbagai acara-acara internasional maupun di berbagai perwakilan Amerika di luar negeri. 


Diplomasi Kuliner Kemitraan Pemerintah Amerika tidak hanya menampilkan makanan tetapi juga aneka seni budaya dan keragaman yang dimiliki. Lebih dari 80 koki , termasuk para chef senior profesional dari Gedung Putih dan para chef executive senior anggota "American Chef Corps" bergabung dalam program ini. Inisiatif program diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri AS. Salah satu tujuan dari program adalah untuk mengirim anggota Chef Korps ke seluruh kedutaan Amerika di luar negeri untuk misi diplomasi publik dan mengajarkan tentang masakan Amerika.

Malaysia :
Sejak tahun 2010, Pemerintah Malaysia telah menjalankan proyek "Malaysia Kitchen". Program ini dilakukan oleh Malaysia External Trade Development Corporation (METDC) untuk mempromosikan masakan Malaysia di negara Australia, Amerika Serikat dan Inggris melalui presentasi produk dan demo memasak di supermarket, food truck, food festivals dan annual night market di Trafalgar Square, London.

Peru :
Program diplomasi kuliner dimulai pada tahun 2011 untuk kepentingan memasukan masakan warisan budaya Peru kedalam daftar UNESCO seperti yang dilakukan tetangganya Mexico .

Sepanjang sejarah, makanan telah menawarkan orang kesempatan untuk saling berkomunikasi dan ajang pertukaran ide-ide baru. Oleh karena itu menghubungkan diplomasi dengan makanan adalah ide yang bagus. Tidak peduli apa bentuk dari alat diplomasi yang digunakan, selalunya makanan berfungsi sebagai koneksi besar di antara orang-orang, budaya dan masyarakat.

GastroDiplomacy dapat menggunakan makanan membahas isyu-isyu internasional, bilateral dan lokal serta menyoroti masalah isu-isu lingkungan, ekonomi dan sosial maupun sebagai alat selanjutnya untuk negosiasi dan lobbi politik. Diplomasi kuliner berfungsi melibatkan masyarakat diplomatik, pemerintah dan negarawan dalam diskusi tentang negara dan hubungannya antar keduanya maupun dalam kehidupan tata krama masyarakat internasional.

Hidangan nasional makanan negara tertentu dan kebiasaan tata cara makan bangsa dapat dianggap sebagai intrinsik identitas nasional, menyentuh semua bagian dari sejarah, ekonomi, politik, budaya dan masyarakat. Makanan bahkan dapat dilihat sebagai faktor kunci dalam bagaimana kita melihat diri kita sendiri maupun orang lain, tak terkecuali dalam hubungan diplomatik.

Kekuasaan antara kedua negara menunjukkan bagaimana aktor tuan rumah memandang hubungan kekuasaan di acara-acara makan-diplomatik. Makanan yang dihidangkan dalam acara bilateral dan multilateral, melambangkan hubungan kekuasaan yang berbeda kepada para pengunjung dan mereka yang mengamati dari luar acara makan tersebut.

Kompetensi Gastronomi Diplomasi diperlukan untuk memungkinkan aktor elit politik memanfaatkan wibawa yang ada  sebagai bentuk menjaga status quo kekuasaan dan menjamin stabilitas jangka panjang di bidang politik.

Tentu saja pemahaman kita sekarang adalah bagaimana mendayagunakan Gastronomi Diplomasi (GastroDiplomacy) sebagai prestise negara Indonesia di mata dunia dan dimasukan ke dalam ranah program kerja politik para elit politik yang berkuasa.

Wallahualam, semoga menjadi kenyataan