".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..)
.. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa ..



Saturday 23 January 2016

Masakan Ritual Bali


Lanskap kepulauan Bali ditandai dengan kelimpahan: ribuan sawah padi yang subur, pohon kelapa, buah-buahan tropis dan perkebunan kopi. Laut sekitar Bali kaya akan ikan dan tanahnya subur oleh gempuran abu dan puing-puing letusan gunung berapi. Kelimpahan ini juga tersirat dalam budaya ritual makanan orang Bali yang merupakan aspek penting dalam ibadah persembahan mereka setiap harinya untuk menenangkan para dewa-dewa dan Dewata.

Dalam agama Hindu-Bali, makanan memainkan peran penting dalam ritual dan ibadah. Makanan yang dipersembahkan kepada para dewa disebut "Prasada" yang dalam kata Sansekerta berarti "belas kasihan," atau Rahmat Illahi Allah. Bagi orang Hindu-Bali, menyiapkan makanan, persembahan makanan kepada para dewa-dewa dan Dewata, dan makan makanan yang ditawarkan untuk dinikmati bersama, merupakan bagian dari meditasi renungan kebathinan yang kuat.

Makanan dalam upacara di Bali sering digambarkan sebagai sebuah pesta untuk Dewata dan sering dideskripsikan secara harfiah sebagai perayaan untuk para dewa dan roh. Dalam disiplin meditasi, orang Hindu-Bali menawarkan makanan kepada para dewa-dewa dan Dewata sebelum menikmati makanan yang disajikan. Artinya secara spiritual orang Hindu-Bali menilai makanan memiliki nilai karma yang harus dilepas dan tidak boleh terlibat di dalamnya saat dimakan.

Pengabdian orang Hindu-Bali, dan kasih karunia mereka kepada para dewa-dewa dan Dewata mengubah makanan yang ditawarkan dari sekedar bahan nutrisi menjadi rahmat rohani Illahi Allah atau prasadam. Bagi orang Hindu-Bali, prasada merupakan kasih karunia para dewa-dewa dan Dewata yang harus dihormati sebelum dinikmati secara bersama.

Orang Bali memiliki keyakinan spiritual yang sangat kuat. Makanan sering digunakan sebagai persembahan kepada para dewa yang sering terlihat di pura (kuil) dan tempat suci di Bali. Persembahan disajikan setiap hari untuk dewa dan roh, terutama untuk dewi padi (Dewi Sri) yang kuilnya berdiri di tengah-tengah sawah yang tergenang untuk meminta berkah.

Di bawah ini disampaikan beberapa makanan yang kerap disajikan dalam upacara adat dan ritual orang Bali.

LAWAR
Lawar adalah makanan tradisional yang terkenal di seluruh Bali. Lawar adalah masakan utama digunakan dalam upacara keagamaan, ritual keluarga atau acara non-ritual keluarga. Jika ada upacara atau acara tradisi Bali, Lawar adalah pilihan pertama dalam menu memasak. Lawar adalah sayuran dicampur dengan daging cincang, sayuran, rempah-rempah, dan kelapa yang rasanya diasah dengan rasa alami. Ada berbagai jenis Lawar berdasarkan bahan-bahan untuk menyusun memasak, seperti Lawar Merah dan Lawar Putih. Sayuran yang dimasak menjadi lawar biasanya adalah buah kacang muda dan nangka. Babi Lawar terbuat dari daging babi sementara Nangka Lawar terbuat dari nangka. Ada juga Padamare Lawar, terbuat dari berbagai jenis Lawar. Lawar biasanya disajikan dengan nasi dan hidangan lainnya.

BABI GULING
Babi Guling pada awalnya dibuat hanya sebagai persembahan ritual dalam upacara tradisional Bali serta upacara keagamaan. Babi Guling dimasak dengan mengambil seluruh usus dan isi jeroan di dalamnya yang diolah kemudian dengan pasta dan sayuran seperti daun singkong bumbu. Setelah itu dipanggang di atas arang batok kelapa kering. Babi Guling awalnya dibuat sebagai persembahan ritual dalam upacara tradisional Bali serta upacara keagamaan. Namun saat ini, dapat ditemukan di banyak restoran dan hotel tertentu di daerah Bali. Yang paling terkenal adalah Babi Guling dari Kabupaten Gianyar. Namun saat ini dibuat dari daging lain seperti bebek atau ayam dan dapat ditemukan di banyak restoran dan hotel tertentu di daerah Bali.

URUTAN BALI
Urutan adalah sosis yang dibuat dari usus babi, diisi dengan daging babi dan bumbu di dalam, dan goreng hingga kecoklatan. Urutan biasanya disajikan dengan anggur beras Bali dan selalu ada dalam ritual masakan orang Bali.

SATE LANGUAN
Sate Languan terbuat dari ikan laut, kelapa hijau, rempah-rempah, dan gula merah. Hidangan ini adalah makanan tradisional dari Kabupaten Klungkung, tetapi dapat ditemukan di seluruh Bali. Sate Languan  disajikan sebagai hidangan dalam upacara-upacara ritual yang disajikan hanya satu hari tepat setelah dipanggang (saat itu masih panas) dan biasanya disajikan dengan Lawar.

SATE LEMBAT
Sate lembat terbuat dari daging yang dicampur dengan parutan kelapa dan bumbu. Biasanya menggunakan daging babi, ayam, bebek, dan kura-kura. Sate lembat disajikan dalam ritual Bali dan upacara adat. Sate ini juga tersedia di banyak restoran Bali, bersama dengan Urutan, Babi Guling, dan Lawar.

LEMPET (PEPES IKAN TONGKOL)
Lempet terbuat dari ikan tuna atau ikan languan dan rempah-rempah, dibungkus daun pisang dan dipanggang di atas arang yang terbuat dari batok kelapa kering. Lempet juga dikenal sebagai Pesan atau Pepes yang disajikan dengan nasi sebagai hidangan dalam upacara pernikahan dan upacara lainnya yang biasanya berlangsung selama 2 hari.

YAM BETUTU
Ayam Betutu terbuat dari ayam dengan bumbu di dalamnya. Rempah-rempah terdiri dari kunyit, jahe, kencur, lengkuas, bawang merah, bawang putih, daun salam, dan cabai. Semua bumbu ini dicampur dan dimasukkan ke dalam ayam. Itulah mengapa disebut Ayam Betutu. Ayam Betutu biasanya disajikan dalam upacara tradisional Bali seperti Odalan, otonan, upacara pernikahan dan lain-lain.

AYAM PANGGANG MESANTEN
Ayam adalah salah satu bahan yang digunakan untuk persembahan ritual Bali. Setelah digunakan untuk persembahan ritual, ayam dimasak dengan cabai untuk dilayani sebagai hidangan. Orang Bali memilih untuk memasak ayam lokal karena rasanya lebih baik dan lebih sedikit lemak daripada ayam broiler. Ayam Panggang Mesanten adalah salah satu resep tradisional Bali.

NASI KUNING
Nasi Kuning Bali agak berbeda dari umumnya nasi kuning, terutama dari isi rempah-rempah dan cara mempersiapkannya. Nasi Kuning biasanya disajikan selama upacara Hari Kuningan, Hari Bali Hindu Kudus yang datang setiap 210 hari pada Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Kuningan. Saat ini, Nasi Kuning juga disajikan dalam upacara lainnya seperti pesta ulang tahun, syukuran, dan lain sebagainya. Orang Bali biasanya mempersiapkan hanya untuk upacara dan tidak tersedia di restoran.

NASI YASA
Nasi Yasa adalah nasi kuning yang dikombinasikan dengan ayam, telur, dan sayuran mentah. Nasi Yasa biasanya disajikan dalam upacara keagamaan seperti Saraswati, Hari Ciwalatri dan sebagai persembahan ritual untuk para leluhur.

JAJAN BANTAL
Jajan Bantal terkenal di seluruh Bali. Bahan utama dari makanan ini adalah beras ketan, kacang polong dan buah-buahan. Dibungkus dalam daun kelapa, diikat dengan tali dan dikukus. Camilan ini disiapkan sebagai hidangan dalam ritual upacara-upacara tertentu seperti Piodalan di pura.

CEROCOT
Cerorot terbuat dari tepung beras, gula merah, dan garam, dibungkus daun kelapa bengkok, dan dikukus. Camilan ini disajikan dengan kopi atau teh yang dihadirkan hanya satu hari dalam upacara-upacara keagamaan dan ritual orang Bali, khususnya di Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem.

JAJAN ABUG
Jajan Abug adalah makanan ringan (camilan) tradisional Bali yang terbuat dari beras ketan dengan berbagai bentuk: kubus, segitiga, bulat, dan lain-lain serta memiliki banyak lapisan dalam warna merah dan putih. Camilan ini khusus dibuat untuk ritual Bali atau upacara adat. Tapi kadang-kadang juga dibuat untuk konsumsi masyarakat umum.

BUBUR MENGGUH
Bubur Mengguh adalah semacam bubur, dicampur dengan daging (ayam atau ikan), sayuran, dan rempah-rempah. Bubur ini biasanya disajikan dalam acara-acara khusus seperti pertemuan keluarga dan setiap kesempatan lain.

JUKUT ARES
Jukut Ares terbuat dari pohon pisang bayi dicampur dengan tulang rusuk dan daging (sapi, babi, bebek), dan rempah-rempah. Hal ini biasanya disajikan dalam upacara ritual Bali, hidangan untuk keluarga dan orang-orang yang membantu dalam mengatur upacara. Jukut Ares disajikan dengan nasi. Masakan ini banyak tersedia di restoran-restoran di kabupaten Bali, seperti Denpasar.

JUKUT RAMBANAN
Jukut Rambanan adalah jenis hidangan yang terbuat dari berbagai sayuran. Dimasak dengan saus kelapa dan disajikan dengan bumbu terasi untuk membuatnya lebih lezat.

Tradisi Makan di Tanah Air


Kebiasaan menyantap makanan pun tak luput dari balutan tradisi khas negeri ini. Tidak  hanya kaya dengan jenis-jenis makanannya, tapi tata cara menyantapnya juga kerap dipenuhi dengan berbagai kebiasaan yang terbilang unik.

Setiap negara pasti menyimpan tradisi makan yang berbeda-beda, tak terkecuali di Indonesia.  Tata cara makan memang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Jadi, walaupun perkembangan zaman kian pesat , tetap saja unsur budaya tak bisa 100 persen luntur begitu saja, pasti ada saja yang mereka ingat dan mungkin masih dilakukan hingga saat ini.

Nah, yang menarik dari tata cara santap-menyantap makanan ini ternyata memiliki alat atau kelengkapan piranti saji makan yang beragam. Dan kebanyakan dari kelengkapan tersebut  memiliki bentuk dan bahan dasar yang unik, yang mungkin lain dari perlengkapan makan modern yang sering ditemui sehari-hari, antara lain :

DAUN JATI
Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk alas makanan. Uniknya, makanan yang dibungkus dengan daun jati itu akan terasa lebih nikmat, wangi, dan tahan lama. Contohnya makanan khas daerah Cirebon, yaitu Nasi Jamblang. Daun jati yang digunakan sebagai pembungkus atau alas makanan adalah daun yang masih muda karena tekstur daun terasa lebih ulet dan tidak mudah robek.

DAUN PISANG
Selain daun jati, yang sering digunakan untuk pembungkus atau alas makanan khas Tanah Air adalah daun pisang. Daun ini dapat digunakan untuk pembungkus beberapa jenis makanan, seperti lemper, tempe, nagasari (kue pisang), nasi bakar, kue lampu-lampu dari Manado, nasi kucing, dan lain sebagainya. Daun pisang akan semakin kuat dan elastis jika terlebih dahulu dipanaskan di atas api kecil, atau dijemur hingga layu.

Untuk tradisi ini pasti Anda masih sering menemukannya, dan jika Anda mengamati detail, sebenarnya daun pisang ini sebelum digunakan kerap dibentuk hingga menjadi wadah yang diinginkan. Misalnya bentuk takir, yang proses pembentukannya dengan cara menggunting daun pisang berbentuk persegi, lalu dilipat kedua ujungnya hingga membentuk wadah kotak tak bertutup. Agar kuat, biasanya ujung lipatan tersebut dikunci dengan cara ditusuk lidi.

Ada juga bentuk Sami, yaitu daun pisang yang dibentuk lingkaran. Biasanya sami digunakan sebagai alas agar makanan tidak langsung menyentuh wadahnya yang berbentuk bundar.  Tak hanya itu, pembungkusan daun pisang ini banyak caranya, tapi sayang sebagian besar nyaris punah karena jarang dipakai.

Tapi Prof Dr Florentinus Gregorius Winarno, pakar ilmu teknologi pangan, dalam sebuah handout (selebaran berisi tentang bagian materi pelajaran kutipan, tabel, dan sejenisnya) yang berjudul Tumpeng Offering, mendokumentasikan berbagai macam teknik membentuk daun pisang tersebut. Tercatat ada sekitar 12 teknik bungkus asli Indonesia  yang hingga kini masih kerap digunakan, misalnya, bentuk ceper, tum, bongko bali, dan lain sebagainya.

INGKE BALI
Piring tradisional yang satu ini, tentulah sudah tidak asing lagi di tanah Bali. Ingke adalah nampan atau juga piring yang terbuat dari anyaman lidi daun kelapa. Pada mulanya, ingke dipergunakan sebagai tempat sesajen oleh ibu-ibu di Bali, di samping sebagai perabotan rumah tangga sebagai tempat berbagai macam makanan atau jajanan, buah-buahan dan bumbu dapur.

Di zaman modern ini, ingke menjadi perabotan yang memiliki nilai unik bahkan mewah. Apalagi, di kalangan rumah tangga di perkotaan, ingke justru mendapat tempat istimewa di antara perabotan rumah tangga lainnya. Piring tradisional ini masih kerap digunakan pada restoran-restoran, acara adat setempat atau bahkan untuk Anda gunakan sehari-hari di rumah.

OHATE
Ohate adalah piring khas milik Suku Sentani di Papua. Piranti saji piring yang terbuat dari kayu ini biasanya dihiasi berbagai macam jenis ukiran khas suku, yang mengandung makna-makna tertentu.

Walaupun keberadaan piring ini sudah jarang terpakai, atau lebih sering menjadi suvenir khas Papua, namun dulu ohote biasanya digunakan menaruh ikan atau daging untuk dimakan bersama-sama oleh 4 atau 5 orang.

Tata cara makan ini memiliki maksud agar kebersamaan atau jalinan ikatan kekeluargaan  semakin erat. Bagi Anda yang ingin melestarikan tradisi makan ala Suku Sentani, langsung saja cari piring ini di toko-toko souvenir khas daerah Indonesia terdekat.

BAJAMBA ATAU BARAPAK MINANGKABAU
Membahas kelengkapan piranti saji alat makan tradisional, tentu tak lengkap rasanya jika tak membahas tradisi makan itu sendiri. Salah satu yang menarik dari tradisi makan yang dimiliki negeri ini adalah makan bajamba atau juga disebut makan barapak khas masyarakat Minangkabau.

Tradisi makan bersama ini, dilakukan dengan cara duduk bersama-sama dalam suatu ruangan atau tempat yang telah ditentukan. Tradisi ini umumnya dilangsungkan di hari-hari besar agama Islam dan dalam berbagai upacara adat, pesta adat, dan pertemuan penting lainnya. Secara harafiah makan bajamba mengandung makna sangat dalam, dalam tradisi makan bersama ini akan memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat perbedaan status sosial.

Makan Bajamba pada umumnya diikuti puluhan hingga ratusan orang yang kemudian dibagi dalam beberapa kelompok. Satu kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 7 orang yang duduk melingkar, dan di setiap kelompok telah tersedia satu dulang yang di dalamnya terdapat sejumlah piring yang telah berisikan nasi dan berbagai macam lauk. Makan bajamba biasanya dibuka dengan berbagai kesenian Minang, kemudian diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran, hingga acara berbalas pantun.

Tradisi berbalas pantun dilakukan sebelum proses Makan Bajamba dimulai. Dengan bahasa daerah setempat, nada, serta intonasi yang diakhiri dengan bunyi yang sama, mengandung kekayaan budaya Melayu yang khas. Mungkin bagi orang yang mengerti bahasa setempat menjadi lebih indah dalam menyelami bunyi dan makna.

Tradisi ini diyakini berasal dari Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, dan diperkirakan telah ada sejak agama Islam masuk ke Minangkabau sekitar abad ke-7.

Oleh karena itu, adab-adab yang ada dalam tradisi ini umumnya didasarkan pada ajaran Islam terutama hadits. Beberapa adab dalam tradisi ini di antaranya seseorang hanya boleh mengambil apa yang ada dihadapannya setelah mendahulukan orang yang lebih tua mengambilnya.

Artikel ini diambil dari Koran Jakarta,  Kamis, 27 Pebruari 2014

Friday 15 January 2016

Peranakan Tionghoa di Indonesia


Peranakan Tionghoa di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan cukup berliku, seperti peranakan Singapura dan Malaysia, mereka kerap disebut Straits Peranakan karena memang hidup di Selat Malaka. Kata peranakan memiliki arti keturunan dengan tidak mengacu kepada etnis manapun, kecuali disebutkan di belakang kata peranakan. Peranakan Belanda, peranakan Arab, peranakan Tionghoa, peranakan India, berarti mereka adalah keturunan Belanda, keturunan Arab, keturunan Tionghoa dan keturunan India.
 
Secara historis, ternyata tidak satupun suku atau etnis di Indonesia yang steril dari proses akulturasi, asimilasi dan hibrida. Istilah hibrida adalah proses penyatuan dan penyesuaian aspek-aspek sosiologi dari dua atau lebih etnis, di antaranya: budaya, bahasa, seni memasak, seni budaya dan masih banyak lagi. Proses akulturasi, asimilasi dan hibrida ini adalah proses alami dimana ketika itu Indonesia merupakan melting pot yang terpenting di Asia Tenggara.

Istilah peranakan Tionghoa pertama kali muncul sekitar abad 18, digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk menyebut para keturunan imigran Tionghoa yang datang dari Tiongkok. Seiring dengan berjalannya waktu istilah peranakan Tionghoa tidak semata untuk menyebut keturunan Tionghoa saja, namun lebih mengacu kepada bagian dari budaya dan kemudian sering disingkat saja menjadi peranakan.

Dalam kalangan etnis Tionghoa sendiri masih sering timbul pertanyaan dan perdebatan penggunaan istilah peranakan ini. Apakah bukan malah mempertajam perbedaan ? Karena dengan kata peranakan otomatis akan timbul kata totok. Dalam arti sempit, peranakan adalah yang sudah berasimilasi, kawin dengan penduduk setempat, sementara totok adalah yang masih asli datang dari Tiongkok.

Pengaruh produk budaya peranakan Tionghoa terhadap Indonesia ternyata mencakup aspek yang cukup luas, di antaranya: bahasa, arsitektur, batik, adat istiadat, seni memasak, medis, media dan masih banyak lagi. Siapa yang tidak mengenal kata loteng, cat, tong, limpa, cepek, gocap, angpau? Siapa tidak mengenal batik Lasem atau batik Pekalongan? Siapa tidak mengenal tatung di Kalimantan Barat? Siapa tidak mengenal surat kabar cetak dengan bentuknya yang sekarang? Siapa tidak mengenal Jamu Ny. Meneer, Jamu Jago? Siapa tidak pernah makan tahu, capcay, siomay dan lontong cap go meh?

Semua itu sudah menjadi identitas Nusantara, sehingga banyak yang tidak mengenali lagi asal muasalnya. Banyak juga yang beranggapan bahwa budaya peranakan Tionghoa itu adalah produk lawas yang sudah kadaluarsa, kuno, ketinggalan jaman dan sebagainya. Padahal budaya peranakan Tionghoa ini adalah living heritage, suatu produk budaya yang terus berkembang bukan sekedar produk mati yang usang dan memiliki masa pakai.

Kepulauan Nusantara sejak jaman dahulu dengan sejarah panjang kerajaan-kerajaannya merupakan melting pot dan hub penting di kawasan Asia Tenggara. Faktanya Indonesia memiliki kekayaan khasanah multikultural dan pluralisme dari ujung barat sampai ujung timur.

Interaksi bangsa Indonesia dengan bangsa Tionghoa memiliki sejarah yang sangat panjang. Kepulauan Nusantara yang disebut dengan istilah Nan Yang oleh bangsa Tionghoa sudah dikenal sebagai satu mitra penting oleh hampir setiap kerajaan yang berkuasa di Tiongkok dari waktu ke waktu. Nan Yang secara harafiah berarti Lautan Selatan mengacu kepada kawasan di selatan Tiongkok, yang notabene adalah kawasan Asia Tenggara dimana Indonesia termasuk di dalamnya.

Dalam perjalanannya proses interaksi dua bangsa besar ini bukan hubungan dagang semata. Dalam sejarah kita mengetahui adanya hubungan religius yang terjalin dari masa ke masa, salah satunya adalah perjalanan muhibah Laksamana Zheng He (sering dituliskan Cheng Ho), dan juga adanya pertukaran hadiah dari raja atau kaisar yang berkuasa di masing-masing tempat, dan sebagainya.

Salah satu proses yang tak terhindarkan adalah terjadinya imigrasi dari Tiongkok ke Nusantara. Entah karena alasan politis, ekonomi atau yang lainnya, secara bertahap imigran dari Tiongkok mengalir ke Nusantara. Para imigran tersebut memulai kehidupan baru mereka di Nusantara dan mendapati mereka cocok tinggal di Negeri Selatan ini.

Secara alamiah proses akulturasi dan hibrida terjadi. Bahasa adalah produk budaya yang pertama mengalami proses tersebut, yang disusul dengan makanan dan kemudian produk budaya lainnya. Jejak proses akulturasi dan hibrida itu masih bisa dilihat sampai sekarang, misalnya: siomay, bakpao, mie dengan segelintir dari makanan dan sebutannya, loteng, cat, tong, gopek istilah dan penamaan benda, bedug alat komunikasi, gua, lu, engkong, enyak sebutan kekerabatan, surat kabar media massa, corak batik pesisir utara Jawa memory heritage gambaran tentang awan, burung hong, bunga; dan masih banyak lagi.

Perdebatan mengenai istilah peranakan Tionghoa totok atau hanya Tionghoa saja, tidak akan pernah berakhir. Sudah sejak tahun 1900-an, perdebatan ini belum berakhir dan mencapai titik temu. Untuk itu sampai sekarang dan selanjutnya disepakati bahwa peranakan di sini adalah murni untuk penyebutan dan mengacu kepada budaya saja. Benar kalau ada yang bilang budaya peranakan merupakan bagian dari payung besar budaya Tionghoa. Namun pada prinsipnya budaya peranakan lebih spesifik yang ada di Indonesia (dan juga di Singapur dan Malaysia), yang berasal dari budaya Tionghoa yang sudah mengalami proses panjang di bumi Nusantara sehingga memiliki keunikan dan kekhasan sendiri.

Para keturunan Tionghoa tidak akan pernah memandang ada lahir di sana atau lahir di sini. Istilah peranakan hanya dibatasi untuk produk budaya saja. Maksudnya adalah budaya khas Indonesia yang timbul karena proses asimilasi dan proses hibrida yang panjang tadi. Budaya peranakan ini (kebanyakan) hanya ada di Indonesia, tidak dapat ditemui di tempat lain, terlebih lagi tidak dapat ditemui di tempat asalnya yaitu di Tiongkok.

Etnis Tionghoa di Indonesia adalah bagian integral bangsa Indonesia yang tidak terpisahkan, sudah melebur menjadi salah satu entitas etnis / suku di Indonesia. Dengan semangat Sumpah Pemuda 1928, para Tionghoa ingin menjaga kelangsungan budaya peranakan yang sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia.

Melalui gastronomi akan kita tunjukkan bahwa ke-4 peranakan Tionghoa, peranakan Arab, peranakan India dan peranakan Belanda adalah satu satuan dari keseluruhan entitas etnis / suku anak Bangsa Indonesia yang akan diperlihatkan melalui sajian resepi seni memasak yang sudah mengalami proses akulturasi dan mimikri walaupun masih ada yang berbentuk tradisional. Sikap itu harus diperlihatkan nyata dalam proses hubungan sosial satu sama lain tanpa ada sekat dan pemisah akibat kecurigaan sosial, politik, ekonomi dan budaya.

Tabek

Tuesday 12 January 2016

Makanan Nasional Indonesia


Suatu ketika terusik dibenak kita berbagai macam istilah yang memakai kata di akhirannya "Nasional", seperti Lagu Nasional, Bahasa Nasional, Seragam Nasional, Berita Nasional, dan berbagai "Nasional" lainnya.

Dari sini terfikirkan segala sesuatu yang memakai kata Nasional, ber-arti adalah sesuatu yang diakui, dipakai, dinikmati, disukai oleh semua warga negara Indonesia. Berawal dari sini pemikiran mulai berkembang dan muncullah pertanyaan yang cukup mengusik selama ini "Apa masakan Nasional Indonesia ?"

Sesaat kemudian semua isi katalog masakan yang ada mulai dibuka untuk mencari sebetulnya apa masakan Nasional Indonesia. Beberapa nama yang muncul dan ditemukan sebuah benang merah dengan kategori sebagai berikut :

1. Masakan yang paling banyak disukai atau masuk di banyak lidah orang Indonesia
2. Masakan yang ada di tiap daerah walaupun dengan ciri masing - masing di tiap daerahnya

Untuk kategori pertama ditemukan masakan Minangkabau / Minang (Padang) yang bisa masuk di hampir semua lidah orang Indonesia. Terbukti kita dapat menemukan rumah makan Minangkabau / Minang di hampir semua penjuru kota Indonesia dan semuanya disukai oleh penduduk setempat dan bahkan dapat berkembang.

Sedangkan untuk kategori kedua ditemukan masakan soto, karena menurut katalog masakan yang ada, soto ada di hampir tiap menu masakan daerah di Indonesia dengan berbagai macam variasinya, misal ada Soto Betawi, Soto Padang, Soto Madura, Soto Lamongan, Soto Ayam Jawa, Soto Kudus, Coto Makassar dan soto - soto yang lainnya.

Dari sini lalu terfikirkan apakah masakan Minang dan Soto dapat dinobatkan sebagai masakan Nasional Indonesia?

Langkah awal memang perlu difikirkan bagaimana kombinasi makanan Indonesia yang tepat. Apakah itu pembakuan citarasa merupakan kategori lain yang harus dapat diterima secara umum dan bahan bakunya tersedia secara meluas di setiap daerah. Pastinya jangan terlalu parokial atau daerah-sentris dalam menentukan kategori ini.

Namun terlepas dari apa yang dikemukakan di atas, kalau bicara tentang masakan Indonesia seyogyanya kita meski memiliki varian dan ragam makanan apalagi disadari ilmu gastronomi terhadap seni masakan Indonesia itu masih belum berkembang. Terbukti sampai sekarang kita belum memiliki katalog atau semacam "kodifikasi" terhadap makanan Indonesia.

Mungkin kita tidak bisa memakai dasar asumsi bahwa makanan yang paling digemari adalah makanan nasional (seperti makanan Minang dan Soto), karena terus terang justru akan menyempitkan karakteristik dari makanan itu sendiri.

Jika bicara makanan indonesia mungkin hal pertama yang perlu disampaikan adalah sejarahnya, kekhasan dan budaya yang berkembang. Mungkin ada beberapa fase yang bisa dipakai sebagai pijakan apakah era sebelum penjajahan atau semasa era Kerajaaan yang ada di kepulauan Nusantara.

Disanalah aslinya indonesia, namun mesti diingat makanan itu sesuatu yang selalu berkembang alias mengalami transformasi. Pun ketika masa penjajahan terjadi atau semasa era Kerajaaan, pasti masakan lokal setempat mengalami akulturasi budaya sehingga muncul varian nomenklatur resepi baru.

Negeri ini memliki 1340 suku plus 4 kelompok etnik pendatang (Tionghoa, Arab, India & Belanda). Secara matematik, seharusnya ada 1344 jenis masakan yang kalau masing-masing dari 1344 itu memiliki 10 resepi saja sudah ada 13,440 resep masakan. Tapi apakah resepi 13,440 masakan itu masih ada ? Kalau ada dimana bisa ditelusuri ? Ini yang saya sebut mengalami transformasi. Bisa-bisa hanya tinggal 5,000 resep seperti yang data oleh almarhum ibu Suryatini Ganie dalam bukunya ""Maha Karya Kuliner Resep Makanan & Minuman di Indonesia" (tahun 2010)

Begitu juga dengan era sekarang makanan semakin berkembang tapi setidaknya kita punya pedoman dasar yang kuat bahwa makanan asli seyognya sudah harus diberi kategori dan karakteristik. That's what we call as "local globalized cuisine" sudah masuk di negeri ini. Contohnya determinasi makanan asing terutama pada koridor street food dan junk food ditandai dari masuknya ayam goreng bertepung dengan tampilan gerai yang keren dan cara belanja mandiri / swalayan. Sambutan masyarakat setempat begitu ramah pada akhirnya membentuk semacam budaya baru terutama dalam pilihan lidah kita yang terus berlanjut sampai sekarang yang dengan serta merta menganggap ayam bertepung termasuk masakan Indonesia. Kita lupa mengenalkan ayam goreng laos / lengkuas yang sedap dengan sambal terasi pada anak-anak sejak usia mula.

Menarik memang, kita selalu berharap banyak yang bisa memberi kontribusi terhadap seni masakan dan ilmu pangan Indonesia. Saya sering berandai-andai bahwa kenapa nasionalisme kita begitu sederhana, melihat sebagian masyarakat setempat tidak pernah bangga dengan makanan asli mereka. Cobalah memulai dari hal paling dekat dengan diri kita dimana makanan menunjukkan siapa sebenarnya diri kita.

Tabek

Monday 11 January 2016

Masakan Semarang



Saya berasal Surabaya, tetapi sejak tahun 50an sering ke Semarang untuk bersambang keluarga dan setiap kalinya ke Semarang tidak luput dihidangkan lumpia gang lombok atau yang sekarang telah menyebar clone-nya di kota Semarang. Lunpia Semarang gang lombok paling enak dan juga paling mahal dijual - tidak ada yang menandinginya, sekalipun punya saudara clone-nya. Rahasianya terletak pada rebungnya - ia hanya pakai satu jenis rebung. Meskipun paceklik , ia selalu punya stock dalam bentuk rebung yang sudah diasini dalam gentong gentong kuno. Waktu panen ia beli sebanyak-banyaknya.

Namun membandingkan lumpia sekarang yang mahal, kecil, bahannya sangat sederhana tidak mengandung apa apa yang istimewa, sama sekali tidak lagi seperti yang aslinya beberapa puluh tahun yang lalu. Lumpia yang sekarang disebut Semarang itu bukanlah ciptaan orang Tionghoa Semarang per se, tetapi berasal dari Hokkian yang dibawa Tanglang untuk makanan Ceng Bing setelah pulang dari kuburan, yang artinya pia musim semi, lun (lum) adalah musim semi, bisa dimakan basah maupun digoreng untuk yang tersisa lewat malam supaya tidak basi.

Cara makannya secara tradisional yang pernah saya alami sewaktu kecil, adalah meletakkan kulitnya diatas telapak tangan kiri, lalu meletakkan lauknya yang cukup banyak diatasnya, terus dilipat seperti burrito Mexico yang besar, terus dimakan dengan batang batang bawang daun, sedangkan bumbu tauco sudah disiramkan didalamnya sebelumnya, bukan ditutulkan seperti cara Baba sekarang lakukan.

Memasaknya dengan bahan isinya yang mengandung "sedikit" rebung bamboo shoot, sedikit wortel, tetapi pada umumnya adalah kecamba, tahu kering yang sudah dimarinate yaitu tau-koa, udang kering dan udang besar, daging babi masak kecap, bunga kiemcam kering, kadang ada kacang, dan lain sebagainya yang saya sudah lupa, lalu berulang-ulang dimasak diwajan besar dengan banyak minyak dan airnya, sehingga sungguh sungguh merasuk rasa kecap dan rempah rempag go-hiong nya. Setelahnya didinginkan, lalu rahasianya, semua bahan jadinya itu dimasukkan bungkusan kain besar, lalu diperas sampai kering, maka itu jadinya tidak bertetesan.

Tidak ada yang disebut pakai rebung spesial, yang difermentasi, yang ini atau yang itu, itu apus-apusan doang, supaya bikin lumpia gang lombok angker saja. Rebung yang dipakai adalah rebung asal saja yang cukup muda. Yang penting adalah cara pengolahannya seperti saya sebutkan diatas, memasaknya kira kira sampai 2 (dua) harian supaya rasanya sungguh merasuk dan cukup minyak, air, bumbu gohiong dan kecapnya.

Sekarang kalau bilang lumpia semarang berarti burrito bamboo shoot, sudah maleh dari rasa puluhan tahun lalu. Kalau masih mau merasakan lumpia yang cukup asli seperti di Tiongkok, kapan hari masih terdapat di Pasar Atom Surabaya. Anehnya kalau sungguh sungguh mencarinya di Hokkian, ngak gampang, karena disana adalah makanan Ceng Bing habis kembali dari kuburan dan pada umumnya dibuat disetiap rumah tangga sendiri sendiri. Maka lumpia ala Semarang sekarang itu hanya sekedar makanan keturunan Tanglang diperantauan.

Selain lumpia yang di gang lombok, ada lagi, tahu petis yang jalan Mataram. Meskipun cuma tahu petis, tapi rasanya jangan tanya. Dimakan besoknya, rasa tidak akan berubah. Inilah tahu pong Semarang yang legendaris itu. Orang antri bisa 1 jam lamanya, karena 1 orang biasanya beli antara 30-60 tahu (dibawa pulang ), bahkan banyak yang beli 100 tahu. Selain itu, kalo sudah pesan dan mau tambah, tacik itu malah marah, bisa dibentak (galak).

Rupanya, disini tidak berlaku pameo : Pembeli adalah raja, melainkan PENJUAL ADALAH RAJA. Selain itu, dia buka warung, TEPAT jam 6 sore, tidak perduli dia sudah siap en pembeli sudah antri panjang. Sungguh warung tahu petis ini istimewa dan merusak pameo lama.

Wedang kacang ijo-nya juga enak, rasa manisnya pas .... ciamik lah....!!!

Kalau cerita titee mie Semarang, walaupun sama-sama bakmi, tapi cara olahannya ada macammacam. Kelihatannya bakmi titee itu hanya dibuat oleh orang Semarang, tapi kalau mau mencoba, memang terasa enak sekali. Apalagi kalau kita suka makan kaki babi, terutama waktu sembahyang leluhur dimana kaki babi dimasak dengan rebung Tiongkok ditambah hioko, swalo (teripang), juhi dan tiram kering.

Disamping itu juga orang Semarang suka makan pepes telur kodok. Di Jakarta saya sudah coba bakmi titee demikian pula pepes telur kodok, tetapi yang belakangan ini saya kurang suka. Di Padang ada orang bikin bakmi goreng pakai lapyuk (samcan asin), itu resep tiga generasi. Saya suka lapyuk karena sedikit wangi dan lemaknya justru sangat gurih. Dulu banyak orang jual lapyuk dipasar, sekarang hanya satu dua toko yang sedia lapyuk dekat sinchia di Gang Ribal, Glodok, Jakarta.

Banyak hidangan Tionghoa mempunyai cerita dibelakangnya, merupakan cerita liar yang mengasyikkan juga, bila saya makan di Tiongkok, sering bisa dibaca cerita dibelakang hidangan terkenal mereka yang diumumkan di dinding. Saya suka membacanya, tetapi kebanyakan mereka melarang untuk difoto, maka saya catat dengan tulisan tangan saja.

Kamsia
Hock Tong

Catatan:
Tulisan ini kiriman dari Soekmadjie yang dicopas dari group Socio-Culture

Garis Masakan Nusantara


Kalau melihat peta Indonesia, maka di bagian Selatan terlihat untaian kepulauan dari Jawa di bagian Barat sampai Kepulauan Maluku Tenggara di Timur. Pulau-pulau ini walaupun letaknya berjajaran, namun jika diurut dari Barat ke Timur memiliki perbedaan yang cukup besar.

Kalau dunia flora dan fauna memiliki garis Wallace dan garis Weber yang membatasi Indonesia Barat, Tengah, dan Timur, maka ada baiknya untuk membuat 'Garis Seni Masakan' yang menandakan perubahan makanan dari kepulauan-kepulauan yang ada di Indonesia, karena di setiap daerah masing-masing suku memiliki ciri khas makanannya, baik itu makanan berat, makanan ringan, atau sekedar minuman.

Untuk Indonesia bagian Barat (Sumatera), masakan Melayu memegang peranan penting karena kentalnya percampuran budaya Melayu, India, dan Timur Tengah, makanannya cenderung pedas, berlemak, dan kuat dalam penggunaan rempah - rempahnya. Ciri khas utamanya adalah makanan berkuah berbasis santan yang disebut gulai. Dari Sumatera, pengaruhnya masih terasa sampai di kepulauan Sunda dan Jawa.

Sumatera bagian utara (Aceh dan Sumatera Utara) yang didominasi penggunaan bumbu Timur Tengah dan India. Sementara bagian tengah (Sumatera Barat dan Riau) bumbunya tidak sekuat bagian utara. Adapun Sumatera bagian selatan (Jambi, Bengkulu, Palembang, dan Lampung) bumbunya ringan dan segar. Satu hal yang menjadi benang merah adalah penggunaan cabai yang hampir pasti ditemukan dalam setiap masakan Sumatera. 

Namun, di Pulau Jawa rasanya sudah tidak mengandalkan lemak kelapa, tetapi tarikannya lebih cenderung manis. Orang Jawa rupanya lebih suka tarikan rasa manis daripada Sumatera, sehingga banyak teknik memasak dan bahan seperti kecap yang membawa citarasa makanan menjadi cenderung manis. Orang Sunda di Jawa Barat makanannya cenderung 'natural saja', lalapan, tempe-tahu, dan sambal.

Makin jauh ke dalam Jawa Tengah (misalnya: Solo dan Yogya), makin kentara rasa manis ini. Sampai-sampai kalau pesan minuman teh pasti disajikan teh manis, karena mereka menganggap tidak masuk akal minum teh yang tidak manis.

Kalau bergerak ke Timur kepulauan Jawa, terlihat Jawa Timur punya rasa yang lain. Disini, rasanya sudah mulai tajam - misalnya dengan kehadiran petis. Dibanding Jawa Tengah, rasa manis sudah berkurang, diganti rasa pedas dan tarikan sedikit asam. Ini menunjukan bahwa pengaruh Melayu sudah mulai berkurang, diganti pengaruh Timur.

Lompat dari kepulauan Jawa ke kepulauan Bali, ada sebuah lonjakan besar dalam citarasa. Oleh karena itu diantara kepulauan Jawa dan kepulauan Bali inilah sebaiknya dibuat 'Garis Seni Masakan' karena disinilah batas tarikan rasa Indonesia Barat dan Timur yang secara jelas punya celah antropologis hubungan kuat antara seni masakan orang Bali dan orang Jawa.

Makanan Bali menjadi berbeda dengan makanan Jawa, salah satu tandanya adalah kehadiran sambal matah. Sambal yang serupa - bening, tidak berwarna merah, rasanya cenderung pedas asam dan menyegarkan - dapat ditemui dari Bali, Flores, Sumba, sampai Manado. Padahal, sambal jenis ini nyaris tidak dikenal di Jawa. Ini menandakan pergeseran selera makan dari merah, panas, pedas ke bening, asam, pedas. Sambalnya lebih 'menyegarkan' daripada memeras keringat, dan pedasnya lebih tajam, sementara di Jawa pedasnya lebih ke 'panas'. Dengan demikian, citarasa masakan keseluruhan menjadi berubah.

Apalagi penggunaan bumbu dalam masakan Bali terutama yang tradisional. Sebagai contoh bumbu pada masakan Bali seperti Bebek Betutu adalah cerminan dari bumbu masakan Jawa Kuno, yang buat sebagian orang mirip jamu. Jenis dan metode tersebut dibawa oleh penduduk dan bangsawan Majapahit yang berpindah ke Bali dahulu kala saat terdesaknya agama Hindu di pulau Jawa.

Lihat saja masakan Bali: sate lilit, tum daging, dan sup ikan timbungan. Citarasa manisnya sudah jauh berkurang, dan unsur santan nyaris tidak ada. Adapun tidak sebagai kuah, namun sebagai bumbu. Untuk rasanya, bumbu-bumbu yang digunakan lebih tajam aromanya.

Tidak hanya cita-rasa, keadaan geografi pun mempengaruhi makanan khas suatu daerah. Antara perilaku yang dipengaruhi letak geografisnya juga akan memotivasi kebutuhan tubuh akan makanan dan saringannya adalah lidah yang menciptakan cita rasa itu. Di Banjarmasin misalnya, karena dikenal sebagai Kota Seribu Sungai, hidangan yang terbuat dari ikan air tawar mendominasi seni masakan di daerah ini.

Namun selain ada 'Garis Seni Masakan', lebih baik lagi jika garis cita-rasa itu di lindungi secara Hak Kekayaan intelektual (HKI) khususnya Hak Merek qq indikasi geografis, mengingat manfaat yang diperoleh setelah mendapat perlindungan itu akan memberi keuntungan ekonomis kepada masyarakat setempat.

Cheers

Catatan :
Artikel ini disortir dari tulisan Harry Nazarudin dan berbagai masukan lainnya



Sunday 3 January 2016

Ragam Masakan Tionghoa


Bagi kebanyakan orang, masakan Tionghoa adalah sebatas berasal dari namanya yakni Tionghoa. Padahal, negeri Tiongkok yang luas itu mempunyai keragaman masakan yang sangat kaya. Kalau di Indonesia ada masakan Jawa, masakan Sunda, masakan Padang, dan lain-lain, di Tiongkok pun sangat banyak ragam makanan berdasarkan garis kesukuan.

Begitu banyaknya ragam masakan Tionghoa membuat orang menyederhanakannya menjadi empat wilayah, yaitu: Utara, Selatan, Barat, dan Timur. 

Tetapi, karena empat wilayah itu masih juga terlalu luas dan isinya masing-masing pun sangat beragam, maka disepakati untuk membaginya menjadi delapan daerah utama, yaitu: 
1. Szechuan (dikenal dengan masakan pedas)
2. Shandong (atau Shantung, terkenal dengan masakan asam-manis)
3. Fujian (atau Hokkian)
4. Zhejiang (jenis masakan Tionghoa yang paling tidak berlemak)
5. Jiangsu (dikenal dengan teknik merebus dan mengukus)
6. Guangdong (atau Kanton, yang dikenal lezat dengan teknik stir-fry)
7. Hunan (super pedas)
8. Anhui (kebanyakan dimasak sengan teknik stewing). 

Di samping itu, ada satu 'daerah istimewa' Tibet yang mempunyai ciri masakan tersendiri.

Artikel kiriman dari Han Hwie Song


Saturday 2 January 2016

Bumbu & Rempah Nusantara


PENDAHULUAN
Bumbu dan rempah-rempah adalah proses mengolah rasa atau meningkatkan rasa dari masakan. Bumbu dan rempah-rempah disebut juga dengan satu kata sebagai “bumbu” adalah tanaman aromatik yang ditambahkan pada makanan untuk membangkit selera makan disamping memperkaya rasa masakan sehingga terasa harum, manis, asin, gurih, asam atau pedas.

Secara fungsional, bumbu dan rempah artinya sama karena sama-sama memberikan rasa dan aroma yang khas pada makanan. Bedanya, rempah adalah  istilah untuk masing-masing jenis bahan yang berasal dari tanaman, sedangkan bumbu adalah istilah untuk ramuan dari beberapa rempah untuk pemberi rasa dan aroma pada masakan.

Sejarah penggunaan rempah-rempah di Asia Tenggara dimulai sejak 3000 tahun sebelum Masehi, berawal dari India, kitab pengobatan tradisional kuno India yang sangat terkenal – kitab Weda - mencatat beberapa tanaman herbal (rumput-rumputan) seperti misalnya daun kemangi, kayu manis, jahe, kemenyan , kayu cendana, dan lain-lain.

Sebagian besar dari rempah-rempah yang banyak dimanfaatkan adalah bagian dari biji, tunas, daun, akar dan bagian-bagian lainnya, yang memiliki aroma yang merangsang, memberi rasa khas pada makanan, sehingga dapat menambah dan meningkatkan nafsu makan, memiliki efek dalam membantu pencernaan serta penyerapan makanan maupun berfungsi dalam membunuh bakteri dan mengawetkan makanan secara alami dan pencegahan oksidasi.

Para pakar dunia berkesimpulan tentang banyaknya manfaat dalam tiap jenis rempah-rempah di Indonesia di antaranya mengandung anti-oksidan, anti-bakteri, anti-khamir, anti-kanker, anti-septik, anti-biotik.

Bumbu sebagai bahan penyedap makanan atau masakan, sifatnya tidak tahan lama atau tidak awet, sedangkan rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang beraroma atau berasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil pada makanan sebagai pengawet atau perisa serta sebagai bahan penyedap makanan atau masakan, dapat disimpan dan tahan lama karena bersifat kering.

Bumbu dan rempah-rempah mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan. Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna, rasa dan aroma yang sedap pada masakan. Walaupun bahannya sama namun dengan formulasi yang berbeda akan dihasilkan cita rasa masakan berbeda pula.

MASAKAN INDONESIA
Setiap negara di belahan dunia memiliki keunikan gaya hidup, termasuk cita rasa masakan. Pada umumnya negara-negara di Asia memiliki ciri khas rasa, jenis bumbu, dan bahan-bahan makanan hingga pengolahan yang berbeda. Eksotisme makanan Asia terletak pada penggunaan bumbu-bumbu yang melimpah.

Ciri khas kuliner Asia disebabkan oleh budaya tradisional yang dimiliki, seperti cara memasak, kebiasaan makan, dan resep-resep warisan. Masing-masing memiliki ciri khas bumbu seperti kecap, garam, dan rempah-rempah. Bahan-bahan makanan yang dimiliki masing-masing negara merupakan karakteristik dari masing-masing resep budaya negara tersebut.

Sangat berbeda dengan negara-negara Eropa, hidangan Eropa tidak memerlukan banyak bumbu dan rempah. Kekhasan dari makanan itu dapat menjadi identitas negara asalnya. Termasuk Jepang yang sebagian dari makanannya disajikan dalam keadaan mentah, seperti sushi dan sashimi, dengan melihatnya saja orang sudah tahu makanan tersebut berasal dari Jepang.

Masakan dari berbagai daerah di Indonesia terkenal dengan kelezatan rasa serta aromanya. Kunci kekuatan rasa terletak pada bumbu dan rempah-rempah hasil pertanian. Rempah -rempah di Indonesia adalah jenis rempah-rempah yang sangat berkualitas.

Makanan Indonesia identik dengan rempah-rempah yang beragam dan bersantan. Hampir semua bumbu dan rempah ada di setiap masakan Indonesia, seperti pada rendang, rawon, gulai, opor, dan soto. Bumbu yang biasa digunakan pada masakan Nusantara ini adalah jahe, lengkuas, bunga pekak, jinten, lada, terasi, asam kandis, asam gelugur, kayu manis, adas, jeruk nipis, jeruk limau. Bumbu yang berjenis daun juga lazim digunakan dalam masakan Indonesia, seperti daun kunyit, daun jeruk purut, daun salam, dan daun kemangi. Yang lebih menggugah selera lagi masakan Indonesia selalu disajikan dengan sambal pendamping.

BEDA BUMBU DAN REMPAH
Secara fungsional, bumbu dan rempah artinya sama karena sama-sama memberikan rasa dan aroma yang khas pada makanan. Bedanya, rempah adalah  istilah untuk masing-masing jenis bahan yang berasal dari tanaman, sedangkan bumbu adalah istilah untuk ramuan dari beberapa rempah untuk pemberi rasa dan aroma pada masakan.

Rempah tidak hanya berasal dari tanaman bagian rimpang (akar yang membesar) seperti kunyit atau lengkuas, tetapi juga dari bagian biji, buah, daun dan bahkan kulit batang.  Yang termasuk bumbu bukan saja rempah (yang berasal dari bagian tanaman baik dalam bentuk segar maupun kering), tetapi juga bahan olahan pemberi rasa dan aroma seperti kecap, garam, gula, cuka, taoco, mirin, kecap ikan, ebi, dll. Fungsi bumbu adalah untuk memperkaya rasa masakan sehingga terasa harum, manis, asin, gurih, asam atau pedas.

Rempah dalam dunia gastronomi identik dengan sesuatu yang eksotis karena berasal dari bahan dunia bagian timur (dari bagian timur tengah sampai maluku) dan amerika latin. Ada puluhan jenis rempah yang dipakai dalam masakan Indonesia, belum lagi aneka bumbu mancanegara yang disebut sebagai bumbu rempah kontinental.

PENGGOLONGAN BUMBU
Dalam dunia kuliner, bumbu dan rempah-rempah digolongkan menjadi beberapa macam kategori, yakni :
1. Bumbu basah adalah bumbu rempah yang masih segar, di dalamnya termasuk kunyit, kencur, temu kunci, jahe, serai, bawang-bawangan, cabai, daun bawang dll.
2. Bumbu kering adalah bumbu rempah basah yang dikeringkan, diantaranya kayu manis, lada, pala, jinten, kapulaga, ketumbar, cengkeh dll.
3. Bumbu buatan, seperti garam, cuka, MSG, terasi, aneka kecap, aneka saus dan essens.

BUMBU DASAR
Selain kategori di atas, masih ada tiga bumbu dasar yaitu bumbu dasar merah, kuning dan putih. Bumbu dasar ini sangat memudahkan kita di dalam memasak karena dari ke tiga bumbu ini dapat di kembangan menjadi beragam jenis bumbu masakan.

RAGAM BUMBU BASAH ANEKA ASAM
Banyak sekali jenis asam yang digunakan pada masakan nusantara. Seperti di dapur Sumatra sering dipakai asam gelugur. Asam ini diperoleh dari sejenis jeruk keprok yang di iris tipis kemudian di jemur sampai kering. Kegunaan bumbu ini memberikan rasa dan aroma asam pada masakan tanpa membuat masakan menjadi keruh.

Dapur Jawa lain lagi, masyarakat Jawa lebih familier dengan asam jawa baik kondisi segar maupun sudah diperam. Cara penggunaanya dengan mencairkan terlebih dahulu, dari air seduhan ini kemudian ditambahkan pada masakan untuk mendapatkan rasa asam segar. Jika anda kesulitan mencari asam jawa, asam kandis (asam badung ) dan asam sunti bisa menjadi gantinya. Keduanya sama fungsinya yaitu memberikan cita-rasa asam namun beda asal. Asam sunti diperoleh dari belimbing wuluh sedangkan asam kandis dari kulit buah asam kandis yang dikeringkan.

BUMBU DAUN
Banyak sekali daun-daunan yang digunakan sebagai bumbu. Orang Manado menggunakan daun jintan segar pada masakan dari ikan. Daun ini dapat mengurangi aroma amis. Penggunaanya bisa diiris halus maupun dibiarkan utuh.

Dapur Sumatra lain lagi, kuliner Sumatra banyak menggunakan daun salam koja/daun kari dan daun kunyit. Daun ini biasanya di tambahkan pada hidangan gulai, kari maupun hidangan-hidangan berkuah santan.

Sedangkan yang satu ini kita sudah tidak asing lagi, hidangan pepes dan bakar terasa kurang pas tanpa kehadiran daun kemangi sebagai salah satu bumbu khasnya. Sedangkan untuk hidangan seafood, oriental soup dan tumis-tumisan lebih cocok jika memakai taburan daun ketumbar, aroma harum khas dari daun ketumbar dapat mengurangi bau amis dari ikan dan daging. Daun jeruk purut juga salah satu jenis bumbu yang sering digunakan pada dapur Indonesia.

BUMBU DARI UMBI (RIMPANG)
Jahe, kunyit, kencur, temu kunci, temu mangga, dan lengkuas adalah bumbu yang termasuk kategori ini. Jahe banyak sekali di gunakan di dalam masakan, aromanya khas dan rasanya sedikit pedas dapat menggugah nafsu makan.

Untuk hidangan berkuah seperti gulai, kari, dan pindang akan semakin lezat dan menarik warnanya jika ditambahkan dengan kunyit. Selain itu kunyit juga dapat mengurangi aroma tajam dan amis dari bahan makanan hewani. Sayur bening seperti sayur bayam terasa lebih segar dan pas rasanya jika di tambahkan beberapa potong temu kunci.

Sedangkan hidangan Sunda seperti karedok, terancam, gudangan dan urapan taste-nya lebih terasa segar jika di dalam bumbunya di tambahkan beberapa ruas kencur. Fungsi laos lain lagi pada masakan, bumbu ini memiliki aroma segar dan sangat cocok jika di tambahkan pada hidangan dari ayam, pindang dan masakan berkuah santan.

Sedangkan masakan laksa akan terasa ada sesuatu yang kurang rasanya jika tanpa menambahkan temu mangga, salah satu ciri khas bumbunya.

KELUARGA BAWANG
Keluarga bawang banyak sekali ragamnya, namun yang lazim digunakan sebagai bumbu adalah bawang putih. bawang merah, bawang bombay, bawang lanang/laki, dan bawang batak atau lokio.

Anda tentu sudah sangat akrab dengan bawang putih dan bawang merah yang berfungsi memberikan kombinasi rasa dan aroma harum sekaligus gurih pada masakan. Untuk memberikan cita rasa lebih ringan pada hidangan, sebaiknya menggunakan bawang bombay.

Di dapur Sumatra banyak digunakan bawang Batak atau Lokio. Bawang ini memberikan cita rasa lembut namun aromanya tajam, sangat cocok untuk masakan seafood dan chinesefood. Untuk pelengkap acar atau pickle, bawang laki paling cocok. Bentuknya butiran kecil dan rasanya tidak terlalu tajam, terasa pas sebagai pelengkap hidangan.

Aroma dan rasa harum segar pada hidangan dapat diperoleh dengan menambahkan beberapa sendok teh air jeruk. Jeruk lemon, lemon cui/lemon cina, jeruk limau, dan jeruk nipis termasuk beberapa varietas jeruk yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Saus salad dan kuah soto terasa lebih pas dengan menambahkan air jeruk nipis.

Untuk kue-kue seperti bika ambon dan beberapa jenis cake, akan lebih harum aromanya jika ditambahkan parutan kulit jeruk purut. Bagian jeruk yang digunakan adalah kulit bagian luar karena daging buahnya sedikit mengandung air.

BUMBU KERING
Bumbu kering kebanyakan digunakan dalam bentuk halus, namun demikian ada juga yang digunakan dalam bentuk utuh atau butiran. Adas, jinten, ketumbar, pala, lada dan klabet lebih banyak digunakan dalam bentuk bubuk.

Sedangkan kayu manis, kayu secang, cengkeh dan pekak lebih sering dipakai dalam bentuk utuh. Seperti halnya bumbu basah, bumbu kering juga berfungsi sama pada masakan yaitu memberikan rasa dan aroma tertentu sesuai kebutuhan resep, selain dapat mengurangi aroma amis dari bahan makanan hewani.

Seperti adas, jinten, klabet, kemiri dan ketumbar lebih banyak digunakan pada hidangan daging, ikan atau lauk pauk berkuah santan atau kaldu, contohnya gulai, kari, opor, soto dll. Pala, cengkeh, dan kayu manis, biasanya lebih pas ditambahkan pada hidangan manis seperti aneka kue, cake, pudding dan minuman.

Sedangkan kapulaga, jinten, dan adas lebih banyak digunakan pada masakan Timur Tengah, seperti pada masakan kari, pacri, kebab dan nasi briani.

EMPAT MACAM BUMBU DASAR
Jika kita amati masakan Indonesia yang sangat beragam itu mempunyai kesamaan dalam hal bumbu. Secara garis besar bumbu pada masakan dapat digolongkan menjadi empat bumbu dasar, yaitu bumbu dasar merah, putih, oranye dan kuning. Dari bumbu dasar ini dapat dikembangkan menjadi beragam jenis masakan.

Seperti bumbu dasar putih dapat digunakan pada masakan ase lidah, gudeg, terik daging, sayur bobor, tempe bacem dan opor ayam.

Bumbu dasar merah lain lagi, penggunaan bumbu dasar merah pada masakan biasanya untuk bumbu sambal goreng, kering tempe, pepes, sambal bajak, ayam bumbu rujak, telur balado dll.

Bumbu dasar oranye bisa digunakan untuk masakan aneka gulai, rendang dan masakan bersantan yang lain.

Sedangkan bumbu dasar kuning dapat dikembangkan menjadi bumbu kari, acar kuning, pesmol ikan, nasi kuning, terik daging, aneka pepes, ayam goreng dll.

MENGENAL BUMBU DAUN NUSANTARA
Kehadiran bumbu dalam masakan memang sangat penting. Cita rasa makanan terbentuk, salah satunya adalah dengan penambahan bumbu. Dari sekian banyak jenis bumbu daun seperti daun salam, daun jeruk dan pandan termasuk bumbu yang sering ditambahkan pada masakan. Bagaimana dengan bumbu daun lainnya? Agar Anda lihai memilih dan meracik bumbu, kenali aneka bumbu daun nusantara berikut ini.

Daun salam & salam koja termasuk bumbu yang banyak digunakan pada masakan nusantara. Aromanya yang harum dan khas menambah kelezatan pada hidangan gulai, kari, tumisan dan sayur. Biasanya digunakan dalam bentuk kering atau segar. Seperti halnya daun salam, salam koja/daun kari juga berfungsi mengharumkan masakan, memberikan rasa gurih dan mengurangi bau amis pada olahan daging, ayam atau ikan. Kuliner Sumatra paling banyak menggunakan jenis bumbu ini yang dijual dalam bentuk segar dan kering.

Daun kesum bagi masakan di Sumatra, Malaysia dan Singapura sangat dikenal baik. Aromanya gurih dan khas, cocok ditambahkan pada masakan daging, ayam atau ikan yang biasanya digunakan dalam bentuk segar.

Daun jintan yang tampilannya tebal dan berbulu halus kerap disebut orang dengan daun tebal. Daun ini banyak dipakai di dapur Sulawesi pada masakan berkuah untuk mendapatkan cita rasa khas dan tekstur yang kental. Aromanya merupakan kombinasi jintan dan adas.

Daun suji & daun pandan keduanya biasa digunakan secara bersamaan. Pandan untuk mengharumkan aneka kue, puding, es dan masakan sedangkan daun suji memberikan warna hijau alami pada kue dan minuman. Penggunaan daun suji biasanya ditumbuk halus dan diperas airnya sedangkan daun pandan dengan cara dipotong atau disobek-sobek.

Daun bangun-bangun banyak digunakan di dapur Sumatra, terutama daerah Batak. Sepintas kenampakanya mirip daun jintan namun lebih tipis dan berbulu. Bagian yang digunakan adalah pucuk daun mudanya. Manfaatnya dapat dapat menghilangkan aroma amis pada olahan ayam/ikan.

Daun gedi Orang banyak digunakan di dapur Menado untuk mengentalkan, mengharumkan dan memberi rasa gurih pada masakan. Bubur Manado salah satu hidangan yang ciri kasnya memakai daun gedi.

Daun Miana yang warnanya merah tua, karena keindahan daunnya, orang sering menanamnya sebagai tanaman hias. Miana banyak digunakan di dapur Toraja. Pilih pucuk daun mudanya dan tambahkan pada olahan daging kerbau atau babi agar bau tajam daging berkurang.

Daun Mangkokan yang juga populer dengan sebutan tapak liman digunakan sebagai bumbu dengan memilih daun yang muda dengan membuang tulang daunnya sebelum ditambahkan pada masakan. Umumnya pada masakan gulai otak sapi atau gulai kepala ikan ditambahkan daun ini untuk cita rasa lebih lezat dan mengurangi aroma amis yang ada.

Daun jeruk purut termasuk bumbu daun yang banyak digunakan untuk masakan soto, soup, gulai, kari dan kalio. Aromanya harum, segar dan khas sehingga dapat mengurangi aroma amis dari daging, ayam maupun seafood.

Daun kunyit memberi aroma wangi dan khas sehingga dapat mengurangi aroma amis pada masakan daging atau ikan. Bumbu ini banyak digunakan di dapur Sumatra, biasanya ditambahkan pada masakan bersantan seperti gulai, kari dan kalio.

Daun werot merupakan salah satu varietas dari tanaman puring. Orang menanamnya sebagai tanaman hias, namun dapur di Menado menggunakanya sebagai bumbu masakan. Hidangan daging babi, sapi, kerbau dan ayam akan berkurang bau anyirnya dengan menambahkan daun ini.

PENGOLAHAN BUMBU REMPAU
Ada dua akibat yang ditimbulkan dari pemakaian bumbu dan rempah pada makanan, yaitu menimbulkan aroma yang menggiurkan sehingga membangkitkan selera makan. Untuk mendapatkan efek bumbu dan rempah yang kuat, pemilihan bahan bumbu dan rempah perlu diperhatikan. Untuk rempah kering yang berasal dari buah atau biji, beli dalam keadaan utuh, sebab buah atau biji akan menyimpan aroma lebih lama dibandingkan dengan yang bubuk. Pilih juga buah atau biji yang tidak retak, mulus, serta tidak berbau apek. Sedangkan untuk bumbu dan rempah segar, pilih yang benar-benar segar.

Untuk mengeluarkan aroma dari bumbu dan rempah kering atau segar adalah dengan menggilingnya hingga halus. Caranya bermacam-macam. Ada yang menggunakan penggiling tangan, misalnya pepper mill, blender listrik, atau cobek. Yang perlu diperhatikan adalah giling bumbu dan rempah seperlunya saja, sisanya simpan dalam keadaan utuh supaya aroma bumbu dan rempah tersebut tidak hilang. Bila menghaluskan rempah dengan menggunakan blender, gunakan minyak untuk membantu kerja blender jika bumbu yang dihasilkan akan ditumis. Tapi bila bumbu yang dihasilkan akan direbus, cukup gunakan air.

Lain lagi dengan bumbu atau rempah yang berbentuk biji seperti biji pala dan kapulaga, supaya aromanya keluar, bumbu tersebut harus dimemarkan hingga pecah bukannya dihaluskan. Supaya bumbu tidak berantakan setelah dimemarkan, masukkan dalam kantong plastik dan pukul-pukul hingga butirannya pecah.

Beberapa jenis rempah seperti jintan, ketumbar atau adas harus disangrai terlebih dahulu agar harum. Caranya wajan dipanaskan tanpa minyak, lalu dimasukkan rempah dan disangrai hingga aroma harumnya keluar. Sebelum disimpan, rempah didinginkan dahulu agar tidak lembek selama penyimpanan.

MACAM-MACAM BUMBU
1. Bumbu dari buah :
· Cabai merah, cabai hijau
· Asam jawa,
· Jeruk nipis, jeruk limau, jeruk lemon
· Belimbing sayur
· Dan lain sebagainya

2. Bumbu dari batang :
· Serai
· Kayu manis
· Kulit kasia (Casea)
· Sereh
· Kayu secang
· Dan lain sebagainya

3. Bumbu dari daun :
· Daun jeruk
· Daun salam
· Daun kucai
· Daun seledri
· Daun bawang
· Dan lain sebagainya

4. Bumbu dari umbi :
· Bawang merah
· Bawang putih
· Bawang bombay
· Bawang pre
· Dan lain sebagainya

5. Bumbu dari akar :
· Jahe
· Kunyit
· Kencur
· Lengkuas
· Temu kunci
· Temu lawak
· Dan lain sebagainya

6. Bumbu dari bunga :
· Bunga cengkeh
· Bunga telang
· Bunga kecombrang
· Bunga lawang / pekak
· Dan lain sebagainya

JENIS REMPAH-REMPAH
· Lada putih
· Lada Hitam
· Cengkeh
· Kemiri
· Ketumbar
· Jinten
· Pala
· Kayu manis
· Kapulaga
· Dan lain sebagainya

Artikel : Kiriman dari seorang sahabat di Jember.